Ketika Reshuffle Pertama Prabowo, Kurang Bermakna

Ekonom Achmad Nur Hidayat

Oleh: Achmad Nur Hidayat, Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta

Presiden Prabowo Subianto dikabarkan akan melakukan reshuffle kabinet untuk pertama kalinya pada sore ini.

Dalam reshuffle ini, salah satu menteri yang akan diganti adalah Menteri Pendidikan, Riset, Teknologi, dan Inovasi (Mendiktisaintek), Satryo Soemantri Brodjonegoro.

Posisi tersebut dikabarkan akan diisi oleh Brian Yuliarto, seorang guru besar muda dari Institut Teknologi Bandung (ITB).

Namun, pertanyaan mendasar yang muncul adalah, apakah reshuffle ini memiliki dampak yang signifikan bagi layanan publik? Atau apakah ini sekadar upaya untuk sekedar mengurangi “noise” dalam kabinet tanpa memberikan perbaikan konkret bagi masyarakat luas?

Reshuffle Harus Berdampak Langsung pada Layanan Publik

Dalam melakukan reshuffle, seorang presiden seharusnya mempertimbangkan dampak terhadap layanan publik.

Pergantian seorang menteri seharusnya membawa perubahan yang nyata dalam pelayanan kepada masyarakat, bukan sekadar perombakan yang lebih berorientasi pada gimmick kabinet.

Jika reshuffle dilakukan hanya untuk mengurangi suara-suara noise an sich maka tujuannya menjadi kurang bermakna bagi rakyat.

Salah satu contoh nyata adalah kebijakan yang secara langsung berdampak pada kehidupan masyarakat luas, seperti kebijakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau pembatasan distribusi LPG 3 kg bagi masyarakat miskin.

Kebijakan-kebijakan ini memiliki dampak langsung terhadap daya beli dan kesejahteraan rakyat.

Jika reshuffle ingin lebih bermakna, maka seharusnya menteri yang membuat kebijakan-kebijakan tersebut yang perlu diganti, bukan menteri yang lebih banyak dikritik publik karena personal behavoiur semata, apalagi menteri tersebut berkutat pada sektor riset dan Dikti yang dampaknya terhadap masyarakat luas tidak terlalu signifikan dalam jangka pendek.

Menteri Pendidikan, Riset, Teknologi, dan Inovasi memang memiliki peran penting dalam pembangunan jangka panjang.

Namun, dalam konteks reshuffle ini, kebijakan-kebijakan di bidang riset dan teknologi bukanlah isu mendesak yang perlu segera diubah dalam waktu dekat.

Sektor ini lebih banyak berperan dalam pengembangan sumber daya manusia dan inovasi teknologi yang manfaatnya baru bisa dirasakan dalam jangka menengah hingga panjang.

Berbeda dengan kebijakan ekonomi atau kebijakan sosial yang berdampak langsung pada kehidupan sehari-hari masyarakat, sektor riset dan pendidikan lebih bersifat strategis dan jangka panjang.

Jika reshuffle ini dilakukan dengan tujuan memperbaiki layanan publik dalam waktu dekat, maka mengganti Mendiktisaintek bukanlah langkah yang paling relevan.

Akan lebih masuk akal jika reshuffle dilakukan pada menteri-menteri yang memiliki peran langsung dalam kebijakan ekonomi, kesejahteraan sosial, dan distribusi barang kebutuhan pokok.

Kebijakan Ekonomi yang Membebani Rakyat Harus Menjadi Perhatian Utama

Dalam beberapa bulan terakhir, publik banyak mengeluhkan kebijakan ekonomi yang membebani masyarakat.

Salah satu contohnya adalah kenaikan PPN yang langsung berdampak pada harga barang dan jasa.

Kebijakan ini jelas-jelas mempengaruhi daya beli masyarakat, terutama kelompok menengah ke bawah.

Jika reshuffle ingin lebih bermakna, maka seharusnya pergantian dilakukan pada menteri yang bertanggung jawab atas kebijakan-kebijakan ini, bukan pada seorang menteri yang tidak memiliki peran langsung dalam kebijakan ekonomi nasional.

Begitu pula dengan kebijakan pembatasan distribusi LPG 3 kg yang membuat masyarakat miskin semakin sulit mendapatkan energi murah.

Kebijakan ini juga menjadi contoh nyata bagaimana keputusan yang dibuat oleh pemerintah memiliki dampak langsung pada kesejahteraan rakyat.

Jika reshuffle ingin memberikan manfaat nyata bagi masyarakat, maka menteri-menteri yang bertanggung jawab atas kebijakan ini yang seharusnya dievaluasi.

Mengurangi “Noise” di Kabinet Bukan Alasan yang Tepat

Salah satu alasan yang dikabarkan menjadi latar belakang reshuffle ini adalah keinginan Presiden Prabowo untuk mengurangi “noise” dalam kabinetnya.

Sebenarnya yang di reshuffle bisa jadi menteri-menteri yang tidak memiliki dukungan politik kuat atau dianggap sekedar gimmick kabinet saja.

Jelas sudah bahwa reshuffle ini hanya berorientasi gimmick ketimbang kepentingan rakyat, maka reshuffle ini kehilangan makna bagi layanan publik.

Seharusnya, pergantian menteri didasarkan pada evaluasi kinerja yang objektif dan berbasis pada dampak kebijakan terhadap masyarakat.

Jika seorang menteri terbukti tidak mampu menjalankan tugasnya dengan baik dan kebijakannya merugikan rakyat, maka pergantiannya akan lebih bermakna.

Namun, jika reshuffle hanya dilakukan untuk menyesuaikan komposisi politik kabinet atau sekedar “gimmick” dalam pemerintahan, maka reshuffle tersebut tidak akan memberikan manfaat yang nyata bagi rakyat.

Harapan terhadap Reshuffle yang Lebih Bermakna

Reshuffle kabinet seharusnya menjadi momentum untuk memperbaiki kebijakan pemerintah agar lebih pro-rakyat.

Presiden Prabowo memiliki kesempatan untuk menunjukkan bahwa reshuffle ini benar-benar bertujuan untuk meningkatkan kualitas layanan publik, bukan sekadar strategi politik untuk mengamankan dukungan dalam pemerintahan.

Masyarakat berharap bahwa reshuffle dilakukan dengan pertimbangan yang matang dan didasarkan pada evaluasi kinerja yang objektif.

Jika memang ada menteri yang harus diganti, maka seharusnya mereka adalah menteri-menteri yang kebijakannya terbukti merugikan rakyat, bukan sekadar menteri yang dianggap “tidak memiliki dukungan politik kuat” dalam kabinet.

Dengan demikian, reshuffle akan memiliki makna yang lebih besar bagi masyarakat luas.

Pergantian menteri seharusnya membawa perubahan positif yang dapat dirasakan oleh rakyat, bukan sekadar pergantian figur tanpa perubahan yang nyata dalam kebijakan pemerintah.

Harap Diingat Publik Butuh Substansial Bukan Omon-Omon

Reshuffle kabinet yang akan dilakukan oleh Presiden Prabowo sore ini tampaknya lebih bersifat gimmick daripada substantif.

Menggantikan Mendiktisaintek tidak akan memberikan dampak langsung terhadap layanan publik, terutama jika dibandingkan dengan kebijakan-kebijakan ekonomi yang saat ini sedang memberatkan masyarakat.

Jika reshuffle ingin lebih bermakna, maka seharusnya menteri yang bertanggung jawab atas kebijakan yang berdampak langsung pada rakyat yang perlu diganti.

Ke depan, diharapkan bahwa reshuffle dilakukan dengan lebih memperhatikan kepentingan masyarakat luas, bukan sekadar untuk mengurangi “noise” dalam kabinet atau mengamankan dukungan politik.

Dengan demikian, perubahan yang dilakukan benar-benar dapat meningkatkan kualitas layanan publik dan memperbaiki kesejahteraan rakyat.

End

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *