Oleh: Achmad Nur Hidayat, MPP (Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta)
Retreat Kabinet Merah Putih yang dilaksanakan di Akademi Militer (Akmil) Magelang pada 24-27 Oktober 2024 menyisakan banyak perhatian dan pertanyaan dari berbagai pihak. Mengambil latar militer yang disiplin dan formal, Presiden Prabowo Subianto memimpin kegiatan yang bertujuan membekali para menteri, wakil menteri, dan kepala lembaga dalam kabinetnya dengan nilai-nilai pemerintahan, persatuan, dan orientasi tugas untuk lima tahun ke depan.
Namun, kegiatan ini tidak terlepas dari kritik, baik dari segi dampak langsung maupun implikasinya terhadap pemerintahan yang ideal. Terdapat sejumlah poin penting yang dapat dikaji lebih jauh untuk memahami dampak dari pelaksanaan retreat ini.
Transparansi Pembiayaan dan Konflik Kepentingan
Salah satu isu utama yang muncul dari retreat ini adalah keputusan Presiden Prabowo untuk membiayai kegiatan tersebut dengan uang pribadi. Meskipun ini bisa dianggap sebagai bentuk dedikasi personal Prabowo terhadap kabinetnya, ada risiko yang perlu diperhatikan dalam konteks transparansi keuangan dan tata kelola pemerintahan yang akuntabel. Seharusnya, kegiatan resmi yang melibatkan pejabat tinggi negara diatur pembiayaannya oleh anggaran negara untuk memastikan keterbukaan penggunaan anggaran publik.
Dalam demokrasi yang sehat, akuntabilitas adalah pilar utama. Pembiayaan retreat ini dari dana pribadi bisa memunculkan keraguan akan independensi kabinet dalam menjalankan tugas negara, terutama jika kegiatan ini menghasilkan kebijakan yang memiliki keterkaitan langsung dengan Presiden Prabowo sebagai pemberi biaya. Keterbukaan dana negara, meskipun menggunakan sumber APBN, adalah langkah yang lebih transparan untuk mempertahankan kepercayaan publik. Pada akhirnya, meskipun intensi Prabowo bisa jadi positif, tindakan ini membuka celah bagi keraguan masyarakat terhadap tata kelola pemerintahan yang sepenuhnya terbuka.
Penggunaan Nilai Militer dalam Pemerintahan Sipil
Retreat yang dilakukan di Akademi Militer turut menekankan nilai-nilai kedisiplinan, loyalitas, dan hierarki ala militer. Sementara disiplin merupakan nilai penting dalam kepemimpinan, penggunaan pendekatan militer dalam pemerintahan sipil tidak sepenuhnya relevan. Pemerintahan sipil modern mengutamakan prinsip-prinsip seperti keterbukaan, partisipasi, dan inklusivitas yang mungkin berbeda dengan kultur militer yang terstruktur ketat. Apabila nilai-nilai yang diterapkan terlalu mengedepankan gaya kepemimpinan militeristik, ada risiko bahwa pemerintahan akan menjadi terlalu terpusat pada satu figur dan cenderung menurunkan kapasitas birokrasi untuk berinovasi atau memberikan kritik konstruktif.
Dalam konteks demokrasi yang semakin dinamis, pendekatan militer bisa memunculkan kesan bahwa pemerintahan Prabowo-Gibran berfokus pada ketertiban dan loyalitas yang berlebihan, dibandingkan merangkul ide-ide baru dan kritis dari dalam kabinet. Pemerintahan yang efektif adalah yang mampu menerima masukan dari berbagai perspektif dan lapisan, termasuk kritik dari internal.
Potensi Penguatan Budaya Feodal dan Loyalitas Pribadi
Walaupun Prabowo menyatakan dirinya tidak menyukai budaya feodal, pelaksanaan retreat dengan model seperti ini berpotensi memperkuat loyalitas pribadi kepada pemimpin. Aktivitas seperti makan malam bersama, sesi perkenalan dan kebersamaan di malam hari, hingga penekanan pada “kesetiaan kepada nilai, bukan individu,” dapat memunculkan ikatan pribadi yang kuat. Ironisnya, meskipun Prabowo berusaha membentuk super team yang solid, situasi ini juga dapat menciptakan loyalitas yang lebih condong pada figur individu ketimbang pada nilai-nilai kebangsaan atau kepentingan bersama.
Kepemimpinan dalam pemerintahan tidak semestinya menjadi ajang penguatan personalitas satu individu, namun sebagai upaya untuk memperkuat sistem yang mendukung pemerintah dalam mencapai tujuan bersama. Retreat yang terlalu menekankan loyalitas pribadi berisiko melemahkan sistem yang berfungsi berdasarkan prinsip checks and balances, di mana para menteri dan pejabat bisa menempatkan integritas dan akuntabilitas lebih tinggi daripada loyalitas pada individu tertentu.
Efektivitas dan Prioritas Kebijakan yang Diarahkan oleh Retorika
Retreat ini memberikan arahan terkait orientasi dan visi pemerintahan yang terpusat pada swasembada pangan dan energi, serta nilai-nilai seperti persatuan. Namun, banyak pihak yang menganggap bahwa kegiatan ini mungkin hanya berakhir sebagai retorika tanpa tindak lanjut yang nyata. Pemerintahan seharusnya berfokus pada tindakan konkret yang bisa langsung memberikan dampak kepada masyarakat. Jika visi dan misi ini tidak diikuti dengan kebijakan yang konkret dan efektif, kegiatan ini akan dianggap hanya sebagai aktivitas simbolis yang tidak membawa perubahan substansial.
Dalam kondisi ekonomi yang penuh tantangan, pengentasan kemiskinan, peningkatan kesejahteraan masyarakat, dan pengembangan ekonomi menjadi prioritas. Akan lebih efektif jika retreat seperti ini fokus pada pengembangan kebijakan nyata yang dapat mengatasi isu-isu mendesak. Pembekalan yang terlalu menekankan retorika tanpa rencana implementasi yang jelas hanya akan menambah beban waktu dan anggaran tanpa dampak yang nyata pada kesejahteraan rakyat.
Relevansi dalam Peningkatan Kualitas Birokrasi
Retreat di Akmil memiliki nilai positif dalam membangun kebersamaan dan semangat kolektif, namun kurang memberikan nilai tambah dalam peningkatan kualitas profesionalisme dan keterampilan teknis dalam menjalankan pemerintahan. Pelatihan yang lebih spesifik dan terkait langsung dengan isu-isu seperti kebijakan ekonomi, kesehatan, dan pendidikan yang berfokus pada strategi praktis untuk pengembangan kebijakan mungkin lebih efektif daripada pembekalan bernuansa militer.
Peningkatan kualitas birokrasi yang efektif perlu melalui pelatihan yang relevan dengan kebutuhan dan tantangan pemerintahan. Misalnya, pelatihan dalam perencanaan anggaran, evaluasi kebijakan publik, serta kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan ekonomi global akan memberikan dampak jangka panjang yang lebih berharga dibandingkan sekadar team-building di lingkungan militer.
Retreat Kabinet Merah Putih di Akmil menjadi langkah Prabowo untuk membangun tim pemerintahan yang solid dan loyal, namun kajian kritis menunjukkan bahwa ada sejumlah risiko yang harus diperhatikan. Transparansi pembiayaan, relevansi nilai militer dalam konteks sipil, risiko feodalisme, potensi retorika tanpa implementasi, dan keterbatasan dalam peningkatan kualitas profesionalisme menjadi poin-poin penting yang perlu dikaji lebih dalam. Pemerintahan Prabowo-Gibran sebaiknya menjadikan retreat ini sebagai awal untuk membentuk kebijakan yang konkrit dan relevan, memastikan bahwa kegiatan semacam ini bukan sekadar simbol, melainkan menjadi awal dari pemerintahan yang efektif dan bertanggung jawab. END