Catatan Dr. Suriyanto Pd, SH,MH, M.Kn *)
Belakangan ini ramai perbincangan di medsos tentang keabsahan habib menjadi topik menarik. Tak jarang oknum-oknum yang mengatasnamakan keturunan Nabi Muhammad SAW menjadi contoh nyata bahwasannya pemikiran, ucapan, dan tindakannya tersebut merugikan para keturunan Nabi Muhammad SAW yang telah istiqomah dalam menjalankan syiar Rasul dan memiliki hubungan baik dengan sesama warga masyarakat Indonesia, utamanya dalam menjaga keutuhan NKRI. Kekuatan seorang figur yang memiliki “pengikut” hendaknya digunakan secara bijak dan jangan sampai ditunggangi oleh kepentingan lain yang tidak bertanggung jawab.
Munculnya pihak-pihak yang mengaku sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW tetapi tidak sesuai dengan akhlak beliau, justru sering kali membawa mudarat/kegaduhan yang dapat mengancam kerukunan di masyarakat membuat beberapa pihak untuk memberikan reaksi.
Sesungguhnya jika kita berfikir secara logika dan nalar yang jernih dan membaca literatur tentang Dzurriyah Nabi Muhammad SAW dan para pengikutnya serta para Wali Waliyulah mereka adalah utusan-utusan Allah yang sangat taat kepada Allah dan orang yang berbudi luhur serta sangat menghormati antar sesama manusia.
Berbanding terbalik dengan yang terjadi saat ini di negeri Nusantara tercinta ini, dan telah menjadi isu nasional yang mana bermunculan oknum – oknum bersorban yang mengaku – ngaku Juriah Nabi tetapi berkelakuan seperti iblis dengan seruan seruan yang menyesatkan’ dan memecah belah khususnya umat Islam di Nusantara ini.
Bahkan ada seruan yang mengatakan jika tidak menghormati,menghargai dan menghidupi keluarga Juriah Nabi maka neraka tempatnya. Hal ini adalah satu kebohongan besar yang dilakukan para oknum penjual agama tersebut, karena surga dan neraka bukan tergantung pada mereka, melainkan sesuai dengan amal dan perbuatan kita masing masing sebagai umat beragama.
Sebagai Bangsa yang besar yang memiliki landasan hidup yang jelas dari falsafah Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika hendaknya seluruh Bangsa di Indonesia ini dapat membuka mata hati dan pikiran yang jernih bahwa yang menjadi keluarga Nabi dan turunan turunannya serta para Wali Waliyulah sebagai penuntut umat Islam khususnya di Nusantara ini tidaklah memiliki perilaku seperti oknum orang – orang yang muncul di dunia Maya dan di dunia nyata dengan menjual Juriah Nabi tetapi selalu menjadi provokator persatuan umat dalam dakwah agamanya.
Di mimbar suci agama oknum habib berkoar-koar mengaku dzuriyah Kanjeng Nabi. Tanpa disadari dengan cara menjual nasab bisa merubah nasib. Mereka membuat kebohongan demi kebohongan yang akhirnya oleh masyarakat yang cerdas dan waras memberi julukan pada mereka sebagai oknum habib TUCRIT (tukang cerita).
Habib tucrit mencari uang dengan aneka cerita yang penuh kebohongan dan tidak masuk akal.
Menurut Prof. Quraish Shihab, ditinjau dari terminologi habib yang terdiri atas makna Yang Mencintai dan Dicintai. Gelar habib disematkan masyarakat, bukan dia yang minta diakui dan dimuliakan, hal demikian justru mempermalukan diri. Jadi sudah jelas bahwa seorang habaib tidaklah cukup dengan hanya dicintai, tetapi juga harus mencintai. Mengamalkan ilmunya dan mengabdi di masyarakat secara tulus. Habib, ulama, dan kiai sudah seharusnya mampu memberikan solusi terhadap problem-problem yang dihadapi masyarakat.
Islam, ajaran yang menghormati manusia dan menghargai kemanusiaan manusia. Anjuran merawat alam, memeliharanya dan alam adalah anugerah Allah yang terbesar. Karena itu Islam adalah rahmatan lil alamin. Kita muslim dengan muslim lainnya adalah sama di mata Allah, tidak ada yang lebih mulia kecuali kemuliaan seorang muslim itu didasarkan ilmu dan ketaqwaan. Kepada merekalah kita memuliakan.
Mari seluruh elemen Bangsa Indonesia bersatu melawan kezaliman yang di lakukan oleh para oknum penjual ayat dan agama di NKRI ini agar persatuan dan kesatuan Bangsa Nusantara Indonesia tetap terjaga sesuai cita – cita para leluhur Bangsa Nusantara dan para pendiri Bangsa Indonesia. Bersatu melawan para oknum cabul ngibul penjual agama dan perusak Bangsa Indonesia.
*) Ketua Umum DPP Persatuan Wartawan Republik Indonesia