STRATEGINEWS.id, Jakarta – Kabar gembira bagi umat Muslim Indonesia, karena meskipun masih dengan protokol kesehatan, pemerintah optimis bulan suci Ramadan tahun ini kita jelang dalam kondisi ‘new normal’.
Ibadah Ramadan bisa kembali semarak seperti masa-masa sebelum pandemi, dengan minim pembatasan sosial dan tetap memprioritaskan kesehatan. Semangat menjaga kesehatan memang tidak boleh kendur, karena masih ada hal-hal lain yang mempengaruhi kualitas kesehatan, salah satunya kerentanan mengalami peningkatan kolesterol akibat konsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh dan gula berlebih.
Kadar kolesterol tinggi bisa menimbulkan banyak penyakit seperti jantung koroner, stroke, hingga penyumbatan pembuluh darah. Untuk mencegahnya, kita perlu mengadopsi pola hidup sehat dan mendukung pengelolaan kolesterol dengan pola makan yang baik, banyak bergerak, serta bisa dibantu juga dengan konsumsi senyawa alami yang bisa menurunkan kadar kolesterol buruk, seperti plant stanol, senyawa organik yang bisa didapatkan di sayur-mayur dan buah-buahan.
Diwawancarai secara virtual, dr. Sheena R. Angelia, M.Gizi, SpGK, dokter spesialis gizi klinis di RS Siloam Kebon Jeruk (28/03) mengakui kadang-kadang memang kita suka lengah menjaga asupan nutrisi berkualitas dan mudah khilaf ketika tersaji banyak makan enak saat berbuka di bulan puasa.
“Padahal saat berpuasa, banyak orang cenderung mengurangi aktivitas fisik karena khawatir membatalkan ibadah puasa. Hal ini menimbulkan risiko “sedentary lifestyle” yaitu gaya hidup yang minim aktivitas fisik. Jika dikombinasikan dengan pola diet kurang sehat, gaya hidup semacam ini dapat berisiko. Tanpa disadari, kita suka berbuka puasa dengan makanan yang mengandung kolesterol tinggi, seperti daging berlemak, jeroan, junk food, atau makanan tinggi lemak jenuh lainnya, seperti makanan/minuman bersantan, gorengan, sebagai reward setelah berpuasa selama belasan jam. Alhasil, kadar kolesterol jahat dalam tubuh pun meningkat,” tutur dr. Sheena.
Penyakit hiperkolesterolemia atau kadar kolesterol yang tinggi memang mengancam kesehatan masyarakat di seluruh dunia, khususnya negara-negara Asia. Diduga kolesterol menjadi penyebab 3,9 juta kasus kematian di seluruh dunia yang setengahnya terjadi hanya di wilayah Asia.
Sebuah riset di China menunjukkan terjadi peningkatan penderita kolesterol di negara-negara Asia, termasuk Indonesia akibat pola diet / makan masyarakat yang banyak mengonsumsi makanan olahan dengan kandungan lemak jenuh tinggi, seperti makanan atau camilan yang digoreng, atau banyak santan, seperti rendang daging, jeroan, atau gulai dengan kuah santan yang kental dan masih banyak lagi.
Berdasarkan riset yang terbit di jurnal Nature, 102,6 juta orang dewasa dari 200 negara berbeda sejak 1980-2018 Memiliki kadar kolesterol yang tinggi. Dari 200 negara yang diuji, di akhir penelitian, posisi Indonesia berada di peringkat 37 dalam hal jumlah penduduk dengan penderita kolesterol tertinggi.
Di Indonesia, data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan 2018, menunjukan bahwa 6,3% penduduk berusia 15-34 tahun dilaporkan memiliki kolesterol tinggi. Jumlah tersebut diduga meningkat selama pandemi COVID-19, karena memicu kebiasaan “rebahan” dan kebiasaan lainnya yang mencirikan sedentary lifestyle di era yang serba instan ini.
“Sejatinya, kolesterol adalah senyawa yang diperlukan tubuh untuk memproduksi hormon, vitamin D, dan komponen lain yang digunakan untuk mencerna makanan. Namun, jika jumlah kolesterol dalam tubuh terlalu banyak atau tidak ada keseimbangan antara LDL dan HDL, justru membawa dampak buruk dan menimbulkan berbagai penyakit seperti penyumbatan pembuluh darah, penyakit jantung, dan hipertensi. Di tahap awal, tidak ada gejala khusus saat kadar kolesterol di tubuh kita meningkat, namun jika kadar kolesterol sudah lebih dari 200 mg/dL, biasanya muncul berbagai gejala tidak nyaman seperti Sering sakit kepala, tengkuk hingga bahu terasa pegal dan kaku, nyeri pada persendian, munculnya benjolan pada tendon persendian (Xanthoma), dan gumpalan-gumpalan seperti jerawat di bawah kelopak mata (Xanthelasma),” papar dr. Sheena lebih jauh.
Banyak cara yang dapat dilakukan untuk menjaga kadar kolesterol, mulai dari mengadopsi pola makan gizi seimbang yang terdiri dari karbohidrat kompleks, protein, lemak baik, dan tinggi serat. Kemudian, kita disarankan juga mengurangi konsumsi makanan-makanan dengan kandungan lemak jenuh yang berpotensi meningkatkan kadar kolesterol, serta meningkatkan aktivitas fisik serta berolahraga selama 15-30 menit, sebanyak 3-5 kali seminggu secara rutin. Plus, hindari merokok dan pengelolaan stress juga harus diperhatikan.
Selain menerapkan gaya hidup yang lebih sehat, kita dapat mengonsumsi plant stanol ester dalam jumlah memadai untuk membantu mengendalikan kadar kolesterol dalam tubuh. Untuk mendapatkan hasil efektif dalam menurunkan kolesterol, disarankan mengonsumsi 2-3 gram plant stanol setiap hari. Sayangnya, untuk mendapatkan 2-3 gram plant stanol setiap hari tidaklah mudah. Sebagai gambaran, ketika mengonsumsi 161 gram kacang almond atau 120 gram kacang mete kita hanya mendapatkan 100 miligram plant stanol. Beberapa jenis sayur dan buah bahkan mengandung lebih sedikit plant stanol. Hal ini tentu menjadi lebih sulit bagi orang-orang yang tidak gemar mengonsumsi buah dan sayur.
“Sebenarnya stanol dan sterol adalah serat pangan yang terdapat dalam tumbuhan, dan berfungsi untuk menstabilkan membran, dan sebagai pembentuk zat-zat kimia pada tumbuhan. Stanol dan sterol merupakan komponen bioaktif, yang memiliki fungsi dan struktur menyerupai kolesterol, tetapi sedikit berbeda pada rangkaian biokimianya. Stanol ini tidak larut di dalam air, sehingga memerlukan proses esterifikasi dalam proses penyerapannya, itulah mengapa disebut plant stanol ester. Dengan struktur mirip kolesterol, plant stanol ester dapat membantu mengurangi penyerapan kolesterol dalam tubuh,” ungkap dr. Sheena lebih jauh.
Ada beberapa cara kerja plant stanol ester membantu menurunkan kadar kolesterol di tubuh. Pertama, di usus, plant stanol ester akan berkompetisi dengan kolesterol pada saat proses penyerapan kolesterol, sehingga ketika kita mengonsumsi plant stanol ester, akan lebih sedikit kolesterol dari makanan yang diserap ke dalam sel usus.
Kedua, setelah penyerapan ke dalam sel usus, plant stanol ester juga membantu mengeluarkan kembali kolesterol ke rongga usus, sehingga dapat dibuang melalui feses (tinja), sedangkan yang masuk ke dalam pembuluh limfe akan dikirim ke organ hati.
Ketiga, plant stanol ester juga meningkatkan kinerja media pembawa yang membantu pengeluaran kolesterol dari hati kembali ke usus. Hasil dari serangkaian proses ini membuat tubuh menyerap kolesterol dalam jumlah yang lebih sedikit. Proses inilah yang menyebabkan plant stanol ester dapat membantu kita mengelola kadar kolesterol, terutama mereka yang menderita hiperkolesterolemia.
Namun, sebenarnya bukan hanya orang yang memiliki kondisi hiperkolesterolemia yang membutuhkan plant stanol ester. Orang-orang yang memiliki kadar kolesterol normal juga perlu mengonsumsinya sebagai upaya pencegahan hiperkolesterolemia di kemudian hari. Seiring bertambahnya usia, metabolisme tubuh menurun sehingga kemampuan tubuh mengelola kolesterol juga berubah, apalagi jika ditambah juga dengan sedentary lifestyle.
“Cara terbaik menangani kemungkinan peningkatan kadar kolesterol adalah dengan medical check-up secara rutin. Sehingga ketika kadar kolesterol di dalam tubuh meningkat, kita bisa segera mendeteksi dan melakukan perubahan gaya hidup, khususnya pola makan dan aktivitas sehari-hari. Jadi, kita harus waspada karena siapapun bisa mengalami hiperkolesterolemia, meskipun awalnya tanpa gejala serius awalnya,” tambah dr. Sheena.
Kehadiran plant stanol ester merupakan angin segar bagi kita, khususnya saat menyambut hadirnya bulan Ramadan, sehingga bisa tetap sehat berpuasa, tanpa terhadang problem kolesterol yang mengganggu kesehatan akibat lengah mengatur asupan nutrisi saat sahur dan berbuka. Apalagi, kini plant stanol ester bisa dikonsumsi dengan jumlah yang tepat dalam bentuk suplemen kesehatan yang bisa didapatkan di gerai-gerai ritel modern dan tradisional.
“Mari tetap jaga kesehatan di bulan Ramadan dengan patuhi protokol kesehatan, jaga pola makan dan gaya hidup selama berpuasa, agar ibadah tidak terganggu. Saya juga ingin mengucapkan selamat menunaikan ibadah puasa Ramadan bagi segenap umat muslim di Indonesia. Semoga di Ramadan ini membantu kita mendapatkan kesehatan dan berlimpah berkah dari Yang Maha Kuasa,” tutup dr. Sheena.
(rls/nug)