Oleh : Achmad Nur Hidayat
Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta
Retreat 7 Hari: Bentuk Ketidakkonsistenan dengan Efisiensi Anggaran
Pemerintah baru sering kali dihadapkan pada berbagai tantangan dalam merumuskan kebijakan yang efektif dan efisien.
Salah satu tantangan terbesar adalah bagaimana menyeimbangkan antara kebutuhan koordinasi dan penghematan anggaran.
Dalam konteks pelantikan 961 pejabat daerah yang dilakukan secara terpusat, muncul wacana mengenai diadakannya retreat selama tujuh hari bagi mereka.
Namun, ide ini justru bertentangan dengan prinsip efisiensi yang sering digaungkan oleh pemerintah itu sendiri.
Retreat selama tujuh hari bukan hanya tidak diperlukan, tetapi juga menimbulkan pertanyaan besar mengenai efektivitas dan urgensinya.
Apakah benar bahwa retreat semacam ini bisa memastikan bahwa para pejabat daerah akan memahami dan menjalankan visi-misi presiden dengan baik?
Jika melihat pengalaman sebelumnya, terutama dari retreat para menteri yang pernah dilakukan, hasilnya justru menunjukkan bahwa retreat tidak serta-merta membuat para pejabat lebih selaras dengan visi-misi presiden.
Pelantikan Terpusat: Sudah Menghamburkan Anggaran
Sebelum berbicara tentang retreat tujuh hari, perlu disoroti bahwa pelantikan terpusat bagi 961 pejabat daerah di Istana Negara saja sudah menjadi beban anggaran yang signifikan.
Mengumpulkan hampir seribu kepala daerah dari berbagai pelosok negeri memerlukan biaya transportasi, akomodasi, dan logistik yang tidak sedikit.
Jika efisiensi anggaran benar-benar menjadi prioritas, maka seharusnya pelantikan bisa dilakukan di daerah masing-masing secara daring atau setidaknya secara seremonial sederhana di kantor gubernur atau kementerian terkait.
Pelantikan secara terpusat juga menimbulkan pertanyaan mengenai urgensi dan manfaatnya.
Dalam era digital seperti saat ini, pertemuan fisik dalam skala besar tidak lagi menjadi keharusan.
Teknologi memungkinkan komunikasi yang efektif tanpa harus mengeluarkan anggaran besar untuk perjalanan dan akomodasi.
Jika pemerintah ingin menerapkan efisiensi, mereka harus memulainya dari diri sendiri.
Pelantikan yang terpusat hanya menjadi contoh bagaimana anggaran negara digunakan tanpa mempertimbangkan alternatif yang lebih hemat dan efektif.
Retreat: Tidak Menjamin Sinkronisasi Visi dan Misi
Dalih utama diadakannya retreat selama tujuh hari bagi pejabat daerah adalah untuk menyelaraskan visi dan misi pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.
Namun, pengalaman menunjukkan bahwa retreat bukan jaminan keberhasilan dalam hal ini.
Sebagai contoh, retreat yang pernah diadakan untuk para menteri dalam pemerintahan sebelumnya juga tidak memberikan hasil yang signifikan dalam menyatukan langkah mereka.
Setelah retreat, masih banyak kebijakan di berbagai kementerian yang berjalan sendiri-sendiri tanpa koordinasi yang baik dengan visi presiden.
Contohnya adalah soal LPG 3 kg, soal PPN 12 persen yang berlaku umum dan soal aparat laut. Presiden Prabowo mengkoreksi sejumlah kebijakan tersebut padahal menteri tersebut ikut retreat di akademi militer Magelang.
Hal ini menunjukkan bahwa retreat yang diadakan tidak berhasil menciptakan keselarasan dalam pengambilan keputusan di tingkat kementerian.
Dengan melihat pengalaman retreat para menteri yang tidak menghasilkan keselarasan kebijakan, maka logis jika retreat tujuh hari bagi 961 pejabat daerah juga tidak akan menjamin bahwa mereka akan menjalankan visi presiden dengan lebih baik.
Retreat: Lebih Mirip “Glamping” Daripada Upaya Penghematan
Salah satu aspek yang paling disoroti dari retreat para menteri sebelumnya adalah gaya penyelenggaraannya yang lebih menyerupai Glamping (Glamour Camping) ketimbang sebuah pertemuan kerja yang serius dan efisien.
Retreat tersebut sering diadakan di lokasi-lokasi kemah yang mewah dengan fasilitas lengkap, jauh dari gambaran penghematan anggaran yang seharusnya menjadi prioritas utama. Retreat diiringi dendang lagu nyanyian dan joget riang gembira padahal rakyat sedang bingung dan sedih memikirkan makanan apa yang akan dimakan setiap harinya.
Dalam retreat menteri, para peserta menginap di kamp mewah, menikmati jamuan makan dengan menu istimewa, serta mendapatkan fasilitas utama.
Padahal, jika benar-benar ingin fokus pada penyelarasan visi dan efisiensi kerja, pertemuan semacam ini bisa dilakukan di kantor kementerian atau ruang-ruang rapat yang sudah ada tanpa harus mengeluarkan anggaran tambahan.
Dengan adanya pengalaman ini, ada kekhawatiran bahwa retreat tujuh hari bagi pejabat daerah juga akan mengalami nasib serupa—lebih banyak menjadi ajang seremonial dan kemewahan ketimbang menghasilkan dampak nyata.
Penguatan Koordinasi Bisa Dilakukan Tanpa Retreat
Jika tujuan utama retreat adalah menyelaraskan pemahaman dan koordinasi antar pejabat daerah dengan pemerintah pusat, maka ada cara lain yang jauh lebih hemat dan efektif.
Pertama, koordinasi bisa dilakukan melalui pertemuan virtual berkala.
Dengan teknologi komunikasi yang ada saat ini, tidak ada alasan mengapa pemerintah tidak bisa memanfaatkan konferensi daring untuk menyampaikan arah kebijakan secara langsung tanpa harus mengeluarkan anggaran besar untuk perjalanan dan akomodasi.
Kedua, jika memang diperlukan pertemuan tatap muka, sebaiknya dilakukan secara terbatas dan berbasis kebutuhan, bukan dengan mengumpulkan ratusan pejabat daerah dalam satu acara besar yang tidak menjamin efektivitas komunikasi.
Ketiga, pemerintah bisa mengoptimalkan mekanisme evaluasi berbasis hasil ketimbang sekadar pertemuan seremonial.
Artinya, kinerja pejabat daerah seharusnya dievaluasi berdasarkan pencapaian konkret, bukan hanya dari partisipasi mereka dalam retreat yang sifatnya hanya pertemuan sekali jalan tanpa tindak lanjut yang jelas.
Catatan Penting: Efisiensi Harus Diterapkan Secara Konsisten
Jika pemerintah benar-benar serius dalam menerapkan efisiensi anggaran, maka retreat tujuh hari bagi pejabat daerah seharusnya tidak perlu diadakan.
Retreat bukanlah jaminan bahwa para pejabat akan menjalankan visi dan misi presiden dengan lebih baik.
Pengalaman retreat para menteri sebelumnya sudah cukup menjadi bukti bahwa acara semacam itu lebih banyak menjadi ajang seremonial daripada solusi nyata untuk meningkatkan koordinasi dan efektivitas pemerintahan.
Sebagai gantinya, pemerintah harus mencari metode lain yang lebih efisien dalam menyampaikan arah kebijakan kepada pejabat daerah, baik melalui teknologi digital, pertemuan berkala berbasis kebutuhan, atau mekanisme evaluasi kinerja yang lebih konkret.
Penghematan anggaran tidak boleh hanya menjadi slogan tanpa penerapan yang nyata.
Jika retreat tujuh hari tetap dipaksakan, maka itu hanya akan menjadi ironi dari janji efisiensi yang diperintahkan dalam bentuk instruksi oleh Presiden Prabowo.
End