Guyonan Gus Miftah

Gus Miftah [Foto Warta Kota]

Catatan D. Supriyanto Jagad N *)

Rasulullah SAW menegaskan pentingnya berbicara dengan kata-kata yang baik dan bermanfaat, serta menghindari perkataan yang bisa menyakiti atau merugikan orang lain.

 

Dalam beberapa hari ini, publik dibuat heboh oleh candaan Gus Miftah yang menghina penjual es teh keliling menggunakan kata-kata kasar saat acara pengajian di Magelang, Jawa Tengah baru-baru ini.

Potongan video yang menunjukkan momen itu pun viral di media sosial dan membuat publik mengecam perilaku pendiri Pondok Pesantren Ora Aji Yogyakarta tersebut.

Berawal ketika Gus Miftah menghadiri sebuah ceramah, terlihat seorang penjual es teh dan air mineral berdiri di antara para jamaahnya, namun secara tiba-tiba Gus Miftah yang memang dikenal suka guyon melontarkan kata-kata yang tak pantas.

Gus Miftah kemudian melontarkan pertanyaan terkait jumlah dagangan yang masih tersedia. “Es tehmu sih akeh (masih banyak) nggak? ya sana jual goblok,” ujar Gus Miftah kepada penjual yang tetap berdiri di antara jemaah.

“Jual dulu, nanti kalau belum laku ya udah, takdir,” tambahnya. Lantas setelah melontarkan kata-kata tak pantas, ia bersama jamaahnya malah tertawa terbahak-bahak begitu juga dengan yang di atas panggung.

Gus Miftah, yang memang dikenal suka guyon, kali ini kepleset oleh ucapannya sendiri.

Gerindra pun bereaksi atas ucapan Gus Miftah yang dinilai melukai perasaan orang lain, dan meminta utusan khusus Prabowo itu untuk minta maaf.

“Apa yang Gus lakukan tidak sesuai dengan apa yang Pak @prabowo inginkan dan ajarkan. Terima kasih,” tulis @gerindra.

Masyarakat menganggap ucapan Gus Miftah berlebihan dan tak layak dikeluarkan dari sosok Utusan khusus Presiden bidang kerukunan agama.

Sebagai seorang pendakwah, tentu Gus Miftah memahami bagaimana cara menyampaikan sesuatu dengan lembut.

Hadis menjaga lisan umumnya menekankan pentingnya berkata baik atau diam jika tidak ada hal yang bermanfaat untuk disampaikan.

Lisan bisa menjadi sumber kebaikan yang besar atau sebaliknya, sumber dosa yang berbahaya.

Melalui lisan, seorang mukmin dapat mencerminkan kebijaksanaan dan kelembutan, namun jika tidak dijaga, lisan juga bisa menyebabkan fitnah, gibah, dan perpecahan di antara sesama.

Oleh karena itu, menjaga lisan bukan hanya sekadar sikap berhati-hati dalam berbicara, tetapi juga menjadi bagian dari ketakwaan dan kesempurnaan iman seorang muslim.

Rasulullah SAW menegaskan pentingnya berbicara dengan kata-kata yang baik dan bermanfaat, serta menghindari perkataan yang bisa menyakiti atau merugikan orang lain.

Sebagai orang Jawa, orang tua kita, leluhur kita selalu mewanti-wanti agar kita menjaga lisan, menjaga sikap.

Ojo nyawang sugeh dadi kamulyan. Ojo nyawang mlarat dadi ukuran hina. Mulya ono becike laku lan ati seg cedak marang Gusti. Bondo donyo kuwi titipan. Kabeh bakal bali neng Gusti pangeran. Senajan mlarat boten nate tau sambat penting kedat le mu dongo.

(Jangan menganggap kekayaan akan bisa menjamin kemuliaan. Jangan melihat kemiskinan menjadi kehinaan. Kemuliaan sebenarnya berada dalam tingkah laku dan hati yang berserah kepada Tuhan. Kekayaan di dunia ini hanyalah titipan. Semua akan kembali kepada Tuhan. Meski miskin sebaiknya kita tidak pernah mengeluh selalu tetap berdoa).

Seperti bapak penjual es teh yang dibully Gus Mitah, meski terlihat miskin, tetap berusaha mencari rezeki di jalan Allah. Tidak sepantasnya digoblok goblokin, dienyek, lalu diketawain rame-rame. Ini bentuk pelecehan terhadap nilai-nilai kemanusiaan. Walaupun hanya sebatas guyonan, tetap tidak dibenarkan. “ Ojo nglarani atine wong liyo “. Jadilah orang baik tanpa harus menunjukkan kebaikanmu.

Jadilah runcing dan tajam tanpa harus melukai, jadilah cahaya tanpa harus membuat silau. Jadilah tinggi tanpa harus menginjak yang bawah. Jadilah pintar tanpa harus menunjukkan kepandaianmu. Jadilah unggul dengan cara yang benar. Jadilah mulia tanpa harus merendahkan orang lain. Jadilah cahaya yang berkilau, jadilah orang yang berguna bagi sesama. Jadilah orang yang penuh kasih dan bertenggang rasa terhadap sesama.

Nek sampeyan ora gelem atine keloro-loro, ojo nglarani wong liyo. Urip mung mampir mangan jadah kok seneng dadi penjajah urusan wong liyo..

Lamun siro sekti ojo mateni artinya adalah meskipun kamu sakti atau kuat jangan suka menjatuhkan

Nyuwun sewu Gus, kali ini saya mengingatkan…

*) Pekerja Media, Penikmat Kopi Pahit

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *