STRATEGINEWS.Id, Jakarta – Persoalan berbangsa dan bernegara kita saat ini kian mengkhawatirkan. Generasi muda nyaris kehilangan identitasnya sebagai bangsa Indonesia, yang dikenal sebagai bangsa besar, luhur, menjunjung tinggi nilai-nilai budaya dan moral.
Menurut Ketua Umum DPP Persatuan Wartawan Republik Indonesia [DPP PWRI] Dr. Suriyanto Pd, SH, MH, M.Kn, identitas nasional menjadi masalah yang serius di Indonesia tercinta ini terutama dalam dunia Pendidikan Indonesia. Bangsa Indonesia yang seharusnya memiliki ciri khas dan jati diri sendiri semakin lama semakin terkikis karena perkembangan jaman maupun pengaruh dari budaya asing. Rakyat Indonesia seakan tidak bangga dengan bangsanya sendiri.
“ Saya sangat sedih, khawatir, melihat fenomena kehidupan berbagsa dan bernegara kita saat ini,” demikian kata Suriyanto, sambil menghela nafas panjang dan merenung sejenak. Terlihat gurat kecemasan terhadap kondisi bangsa saat ini.
Suriyanto mengatakan, persoalan ini berawal dari mulai lunturnya nasionalisme, terkikisnya identitas kebangsaan kita. Sehingga, tak lagi memiliki kepekaan dan hilangnya rasa peduli terhadap bangsa ini.
“ Kita ini sebagai bangsa yang besar, kita memiliki identitas nasional yang membedakannya dengan bangsa lain, meliputi geografis, sumber kekayaan alam Indonesia, agama, budaya, politik, dll. Menghadapi identitas nasional Indonesia sendiri masih kesulitan dalam menyatukan negara yang memiliki berbagai macam etnis, budaya, dan agama,” kata dia.
Pakar hukum dan dosen di perguruan tinggi swasta di Jakarta ini mengatakan, masyarakat Indonesia sendiri masih bingung dengan identitas bangsanya karena masyarakat Indonesia sudah terpengaruh dengan budaya – budaya bangsa lain. Arus globalisasi yang sangat pesat ini dapat sangat mempengaruhi identitas nasional dan berpotensi sebagai penyebab merosotnya nilai – nilai budaya asli bangsa. Masyarakat cenderung mengabaikan budaya asli dan menerapkan budaya asing. Masyarakat menganggap bahwa budaya asing modern dan budaya asli kuno
“ Krisis identitas merupakan masalah yang serius kita khawatir dengan adanya krisis identitas ini kita menjadi kurang sadar dan menurunnya rasa cinta tanah air. Untuk mengatasi krisis identitas kita perlu mengembangkan rasa nasionalisme. Nah, di sini diperlukan peran dan komitmen semua pihak untuk mengembalikan jati diri kita sebagai bangsa Indonesia,” tuturnya.
Untuk mengatasi persoalan tersebut, kata Suriyanto, harus kembali kepada Pancasila.
“ Bangsa Indonesia akhir-akhir ini mengalami permasalahan yang sangat kompleks. Dibutuhkan suatu penanganan serius dan berkesinambungan. Dari persoalan ekonomi, korupsi, kemiskinan, pengelolaan BBM, sistem pendidikan, sempitnya lapangan kerja, mahalnya harga pangan dan persoalan yang lain. Itu semua terjadi karena bangsa ini sudah tidak mengindahkan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila,” ungkapnya.
“ Tata kelola negara yang ada saat ini sudah lari dari pakem yang telah diajarkan oleh para pendiri bangsa. Rakyat sudah tidak lagi mempunyai jiwa patriotisme yang kuat. Nilai-nilai kebangsaan seolah – olah sudah tercabut dari akarnya. Sering kita lihat dan dengar, anak bangsa sekarang jadi beringas, tawuran antar kampung sering terjadi. Masyarakat dipertontonkan dengan ulah arogansi politisi yang hanya mementingkan kepentingan pribadi kelompok dan golongannya, semua terjadi karena dampak dari lahirnya demokrasi yang sudah mengarah kepada demokrasi liberal,” ujarnya.
Disampaikan Suriyanto, semenjak diberlakukannya undang-undang otonomi daerah sudah ratusan triliun rupiah lebih uang negara yang di korupsi, artinya ini harus dijadikan bahan evaluasi bangsa. Jadi, demokrasi bukan solusi untuk memperbaiki kondisi bangsa tetapi justru semakin memperparah kondisi bangsa ini.
“ Saat ini nilai-nilai Pancasila sudah mulai luntur akibat adanya upaya penghancuran Pancasila yang dilakukan secara sistematis. Kondisi bangsa saat ini sudah sangat mengkhawatirkan. Bangsa ini sudah meninggalkan sejarah bangsanya sendiri karena itu kami mengajak seluruh komponen anak bangsa agar bersama-sama kembali pada Pancasila, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berdasarkan kepada azas Pancasila dan bukan azas Demokrasi. Demokrasi telah melunturkan nilai Pancasila sehingga Indonesia tidak lagi dimiliki oleh rakyatnya tetapi menjadi milik penguasa,” pungkasnya.
[jgd/red]