Catatan: Dr. Emrus Sihombing *)
Ada satu kelompok tertentu menempatkan diri “tetap” oposisi segala hal yang terkait dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kelompok oposisi ini direpresentasikan oleh Novel Baswedan dan kawan-kawan (NB Cs). Mereka selalu memberi pandangan “miring’ segala hal tentang KPK periode saat ini. Aneh, tetapi tampaknya itulah “kerja” mereka.
Sebenarnya tindakan selalu oposisi seperti ini tidak sehat memerdekakan logika dan jiwa pada diri mereka sendiri. Sebab, mereka selalu berupaya maksimal mencari dan membangun argumentasi satu sisi saja yang cenderung negatif terkait KPK sebagai pembenaran dari posisi oposisinya. Ini Bukti bahwa masalah mereka terkait dengan KPK belum selesai di dalam pikiran dan perasaan mereka.
Hati-hati, tindakan semacam ini mampu melemahkan hati dan cara pikir kelompok oposisi tersebut. Belum pernah saya temukan sisi lain yang positif dari pandangan mereka tentang KPK. Kasihan. Padahal, acapkali KPK menunjukkan kinerja luar biasa.
Berbeda dengan NB Cs. komisioner KPK tampak tidak terpengaruh atas peran oposisi NB Cs. Lima komisioner dan seluruh insan di lembaga KPK terus semangat berfikir positif dan bekerja melakukan penindakan dan pencegahan dalam rangka pemberantasan korupsi di tanah air demi Indonesia bebas dari perilaku koruptif. Perbuatan semacam ini mampu membangun semangat, “membesarkan” hati dan menyehatkan pikiran dan nalar bagi seluruh komisioner dan pegawai ASN di KPK.
Sebab, menurut hemat saya bahwa NB Cs. selalu menempatkan diri sebagai oposisi yang tidak produktif kepada KPK. NB Cs. acapkali menempatkan dirinya lewat lontaran pesan komunikasi ke ruang publik sebagai petanda oposisi tulen. Mereka selalu sepakat untuk tidak sepakat apapun yang baik dan produktif terkait dengan KPK dan kinerja KPK, sehinggga NB Cs. terkesan sangat subyektif serta cenderung mengedepankan perasaan. Di sisi lain, sikap, tindakan pesan komunikasi dan perilaku NB Cs sangat berpotensi menggerus kepercayaan publik kepada NB Cs. Menyedikan.
Idealnya, bila pun NB Cs. memberi kritik kepada KPK sejatinya dilakukan secara independen, objektif, berimbang, serta memberi solusi konkrit dalam rangka membantu kinerja KPK memberantas atau paling tidak meminimalisasi perilaku koruptif di tanah air agar reputasi NB Cs. tetap terjaga. Jika ini dilakukan oleh NB Cs, dipastikan lebih menyehatkan pikiran dan hati mereka daripada selalu oposisi yang kurang produktif.
Lagi pula, tidak baik di mata publik bagi NB Cs. selalu berseberangan dengan KPK yang sekarang. Komisioner KPK yang dinakodai oleh Firli Bahuri, suka tidak suka, menunjukkan kinerja sangat maksimal ditandai terus dilakukan tindakan OTT dan secara simultan melakukan pencegahan perilaku korupsi, antara lain dengan memberikan hasil kajian tentang tindak pidana korupsi kepada instansi pemerintah dan negara untuk digunakan sebagai landasan pencegahan korupsi di instansi masing-masing.
Di pihak lain, lima komisioner KPK mutlak harus bekerja dengan tambahan masa tugas satu tahun ke depan demi mewujudkan menuju Indonesia bebas korupsi. Jangan sampai ada satu atau beberapa dari lima komisioner berfikir, apalagi berkeinginan “pensiun’ sebelum berakhir perpanjangan masa pengabdian hingga 20 Desember 2024. Mengapa?
Saya melihat terlalu banyak sisi positif perpanjangan masa kerja komisioner KPK hingga Desember 2024. Mahkamah Konstitusi (MK) sudah mengabulkan memperpanjang masa jabatan pimpinan KPK dari 4 menjadi 5 tahun. Keputusan MK ini sah secara konstitusional, hukum, final, mengikat dan terutama sangat positif dalam pemberantasan korupsi, terutama kemungkinan terjadinya korupsi masa rentang pelaksanaan pemilu serentak 2024.
Oleh karena itu, semua pihak wajib mentaati keputusan MK tersebut, termasuk para komisioner KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) yang saat ini menjalankan tugasnya. Jadi, sudah tidak ada ruang bagi siapapun, termasuk kelompok NB Cs. yang senantiasa mengkritik segala hal yang terkait dengan KPK, untuk mengusik dalam bentuk apapun tentang keabsahan dan legitimasi keputusan MK ini.
Setidaknya ada tiga hal utama dari sangat banyak sekali yang dapat dilakukan oleh KPK dalam rangka pemberantasan korupsi terkait menjelang dan berlangsungnya pemilu serentak tahun 2024. Pertama, KPK bisa melakukan kerja sama dengan pelaksana tugas (PLT) kepala daerah (gubernur, bupati dan wali kota) untuk mendalami dan mengkaji perilaku para kepala daerah masa menjabat memimpin daerah yang maju kembali calon kepala daerah berikutnya maupun yang mencalonkan diri menjadi presiden pada Pemilu 2024, dari sudut pelaksanaan pembangunan ketika mereka menjabat kepala daerah dikaitkan dengan penggunaan APBD dan laporan keuangan.
Kerja sama ini saya yakini akan bisa “membongkar” kebaikan dan atau borok dari para kepala daerah yang bersangkutan, utamanya sosok mantan gubernur yang diperbincangkan di ruang publik kemungkinan adanya penyimpangan kebijakan dan atau penggunanan dana APBD.
Bila ditemukan fakta, data dan bukti hukum yang sangat valid atau yang sekaligus menguatkan dugaan penyimpangan dana pembangunan, KPK harus memprosesnya dengan taat hukum. Namun dari aspek sosiologi, fenomena hukum tidak ada di ruang hampa, sebaiknya menetapkan seorang tersangka, tentu harus terlebih dahulu sesuai/berdasarkan hukum, sebaiknya dilakukan sebelum pendaftaran para kandidat paslon kepala daerah maupun kandidat paslon presiden Pemilu 2024 atau sesudah selesai tahapan pemilu, agar tidak “digoreng” oleh para kekuatan politisi prakmatis dengan membentuk opini publik, yang mereka sebut sebagai upaya penjegalan kepada kandidat tertentu untuk ikut Pemilu 2024.
Kedua, KPK bisa mengoptimalkan kerja sama dengan PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) melacak semua hasil korupsi, termasuk yang sudah punya hukum tetap yang boleh jadi telah, terus dan akan mengalir ke partai atau digunakan untuk politik uang.
Hal ini penting, agar hanya partai politik yang bersih dari perilaku koruptif dapat mengajukan calon legislatif, paslon kepala daerah dan paslon presiden Pemilu 2024 demi pejabat publik bersih dari korupsi, minimal lima tahun ke depan. Juga sosok yang diajukan harus bersih dari korupsi. Ketiga, melakukan monitoring dan atau pendindakan kepada para pihak yang mengunakan politik uang yang patut diduga bersumber dari hasil korupsi.
Banyak sekali yang produktif dapat dilakukan dengan perpanjangan masa jabatan komisioner KPK dalam pemberantasan korupsi di Indonesia membutuhkan keseriusan semua pihak. Dari aspek para komisioner dan pegawai KPK, selama kepemimpinan Firli Bahuri, semua tindakan yang dilakukan oleh KPK dalam pemberantasan korupsi di negeri ini selalu penuh kehati-hatian dan berbasis undang-undang positif.
KPK yang sekarang, menurut hemat saya, tidak tunduk pada kekuasaan apapun, termasuk pengaruh dari pusat kekuasaan eksekutif, legislatif, judikatif dan opini publik yang segaja “dihembuskan” antara lain oleh kepentigan tertentu agar seseorang yang diusung/didukung tetap bisa maju menjadi kandidat pimpinan eksekutif, terutama kandidat calon presiden. KPK tetap bekerja objektif, independen dan tidak mentarget sosok siapapun. Bravo KPK kita.
*) Emrus Sihombing – Komunikolog Indonesia