Catatan Dr. Emrus Sihombing *)
Artikel Denny Indrayana bertajuk, “Bagaimana Jokowi Mendukung Ganjar, Mencadangkan Prabowo, dan Menolak Anies” yang dimuat di link http://fnn.co.id/post/bagaimana-jokowi-mendukung-ganjar-mencadangkan-prabowo-dan-menolak-anies ini, menurut hemat saya sangat subyetif, tendensius dan terutama tidak berkeadilan serta sarat politis.
Artikel tersebut angat subyetif. Sebagai tulisan kritis (kualitatif), semua data yang disajikan oleh Denny Indrayana dalam artikel tersebut termasuk kategori dangkal, tidak mendalam, tidak holistik, dan lebih parah lagi datanya belum jenuh serta yang tak kalah utamanya tidak melalui proses uji keabsahan, sehingga miskin data untuk melahirkan kesimpulan, atau konsep atau proposisi sosial melalui proses berfikit ilmiah induktif.
Pada alinia delapan, sebagai contoh, betapa kentalnya subyektivitas penulis. Denny Indrayana mengemukakan “… Presiden Jokowi terbaca mendukung paslon Ganjar Pranowo-Sandiaga Uno, lalu juga mencadangkan sokongan kepada Prabowo Subianto-Airlangga Hartarto, sambil tetap berusaha menggagalkan pencapresan Anies Baswedan, yang kemungkinan berpasangan dengan Agus Harimurti Yudhoyono, sepanjang partainya tidak berhasil “dicopet” Moeldoko, tentu dengan persetujuan Presiden Jokowi.”
Anehnya lagi, Denny Indrayana pada alinia delapan memakai diksi “terbaca” tapi tidak disertai data yang kuat untuk sampai pada kesimpulan induktif sebagai sudah “terbaca”, padahal belum “terbaca”. Yang ada, hanya Denny Indrayana yang dapat “membacanya” sesuai kepentingan politik prakmatisnya.
Kemudian Denny Indrayana pada alinia sebilan, mengemukakan proposisi sosial yang sangat-sangat lemah. Ia menulis, “Di panggung depan, alias di hadapan publik, keterlibatan Jokowi ini Beliau bantah. Namun dalam realitas panggung belakang, ketika melakukan lobi di ruang-ruang tertutup, langkah dan kerja politik itu nyata dan serius beliau kerjakan.”
Pernyataan Denny Indrayana tersebut tidak didukung data yang memadai. Oleh karena itu, pandangan Denny Indrayana berpotensi memanipulasi persepsi publik.
Untuk menjaga kredibilitasnya sebagai seorang intelektual, “sekaliber” Denny Indrayana harus menyajikan semua data secara lengkap, terbuka, termasuk mengemukakan sumber dengan terang benderang.
Mengapa sumber data harus disebut? Uriannya tersedia ketika menguraikan tentang tidak berkeadilan di bawah ini.
Sangat tendensius
Dari seluruh narasi artikel Denny Indrayana terbaca untuk memposisikan Joko Widodo sebagai Presiden berada di pihak yang “tidak semestinya”. Bahkan Denny Indrayana seolah menuduh Presiden sebagai aktor utama dari semua skenario khayalan yang dikonstruksi secara imajinatif oleh Denny Indrayana.
Pada alinia tigabelas sebagai contoh, Denny Indrayana mengemukakan, “Karena itu, target utama Jokowi adalah sebisa mungkin hanya ada dua pasangan calon dalam Pilpres 2024. Keduanya adalah ‘all the president’s Men.’ Calon yang diidentifikasi berseberangan dan mungkin tidak melanjutkan legacy kepresidenannya, sebisa mungkin dieliminasi, sedari awal.” Narasi ini jelas sebagai produk khayalan kerena tidak tersaji data kuat untuk sampai pada pernyataan tersebut.
Oleh karena itu, opini Denny Indrayana sangat-sangat tendendius. Sebab, data dan argumentasi tidak memadai masuk ke proses berfikir induktif.
Sangat tidak berkeadilan
Di satu sisi, Denny Indrayana sangat jamak menyebut secara jelas nama Jokoei dan jabatan sebagai Presiden, yaitu Presiden Jokowi di dalam artikel tersebut. Namun Denny Indrayana menyebutkan untuk alasan agar lebih aman, dan tidak justru menimbulkan persoalan, artikel Denny Indrayana tidak menyebut nama si sumbernya dan peristiwa dengan jelas.
Dengan tidak menyebut nama sumber dan peristiwanya, boleh jadi Denny Indrayana belum menyadari atau dengan kesadaran penuh (sengaja) membuat tulisannya tidak berkeadilan.
Di satu pihak alasannya agar lebih aman, dan tidak justru menimbulkan persoalan sehingga tidak menyebut nama dan peristiwa. Padahal, di pihak lain tulisan Denny Indrayana berkali-kali menyebut Presiden Jokowi. Hal tersebut bisa menimbulkan tidak aman dan berpotensi memunculkan persoalan baru bagi Jokowi saat menjabat Presiden maupun kelak ke depan tidak menjabat Presiden. Atau memang ada motif lain Denny Indrayana, misalnya menurunkan kredibilitas dan reputasi Presiden Jokowi di ruang publik.
Jadi, tulisan Denny Indrayana berpotensi menimbulkan tidak nyaman bagi Presiden Jokowi.
Perlakuan sangat ketidakadilan tersebut salah satu tertuang pada alinia kedua. Denny Indrayana mengatakan
“… Beberapa nama dan peristiwa terpaksa tidak diungkap jelas, agar lebih aman dan tidak justru menimbulkan persoalan…”
Jika Denny Indrayana memegang teguh berkeadilan dalam suatu tulisan, jika nama dan peristiwa satu pihak disebut, maka nama dan peristiwa pihak lain harus disebut. Atau sama-sama tidak disebut. Begitulah tulisan berkeadilan.
Sarat politis
Semua isi tulisan Denny Indrayana tersebut, menurut hemat saya, sarat muatan politis praktis dan miskin substansi daripada untuk menjaga agar Pilpres 2024 tetap berjalan Jujur dan Adil.
Selain itu, dalam tulisan tersebut tersirat jelas posisi politik Denny Indrayana kepada kekuatan politik partai politik yaitu PD dan Bacapres Pemilu 2024 yaitu AB. Oleh karena itu, begitu mudah membaca motif poltik Denny Indrayana. Sebab, arah pesan komunikasi politik seseorang didorong oleh posisi politik orang tersebut.
Sebagai WNI, Denny Indrayana tentu berhak punya pilihan dan preferensi partai dan calon presiden. Namun, jangan sekali-kali Denny Indrayana menulis artikel sangat subyetif, tendensius dan terutama tidak berkeadilan. Apalagi berpotensi tidak aman dan menimbulkan persoalan bagi seorang Presiden, siapapun Presidennya, ketika masih menjabat dan setelah selesai masa jabatan.
*) Emrus Sihombing : Emrus Sihombing Komunikolog Indonesia