Berita  

Persoalan PPDB Menuai Reaksi Publik, Dede Yusuf Beri Masukan Tiga Opsi  

Risdiana Wiryatni: PPDB Harus Dievaluasi Kembali

Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf [Foto Parlementaria]

STRATEGINEWS.id, Jakarta – Carut marutnya sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) menyusul ditemukannya manipulasi data kependudukan untuk memanfaatkan jalur afirmasi, membuat masyarakat ikut geram. Pasalnya, banyak terjadi penyimpangan dan kecuranan dalam pelaksanaan PPDB. Dan permasalahan PPDB setiap tahunnya mengalami permasalahan yang terus berulang.

Keluhan masyarakat tentang penerapan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dengan sistem zonasi, belakangan mengemuka menuai reaksi publik. Pasalnya, banyak orangtua atau wali yang mengeluh tidak diterima jalur zonasi padahal rumahnya dekat dengan sekolah. Dan lebih mirisnya lagi, pelaksanaan PPDB menjadi ajang ‘ mencari cuan’ oknum tertentu, dengan mengorbankan masyarakat kelas bawah.

Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf pun memberikan masukan perubahan mendasar untuk Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) untuk mengatasi persoalan PPDB.

“Tujuh tahun kita PPDB, formatnya masih sama. Itu kalau kata orang, ya tadi sebagaimana kawan-kawan sudah sampaikan, rasanya harus ada perubahan yang mendasar. Saya tawarkan tiga opsi, tiga opsi ini mudah-mudahan bisa dilihat nanti di dalam pemerintahan berikutnya,” ujarnya dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi X dengan jajaran Eselon I Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi RI di Gedung Nusantara I, DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (9/7/2024).

Opsi pertama yakni, membangun sekolah baru. Opsi ini tentu akan memakan anggaran, namun menurutnya bisa memanfaatkan Transfer Keuangan Daerah (TKD).

“Apabila disisipkan saja mungkin Rp50 triliun tiap tahun, maka dalam 10 tahun itu (Pembangunan sekolah baru) akan selesai. Jadi untuk membangun sekolah-sekolah baru, itu opsi pertama. Tentu membutuhkan waktu, membutuhkan aset dan sebagainya,” tuturnya.

Kedua, Politisi Fraksi Partai Demokrat itu juga menyepakati usulan anggota Komisi X lainnya mengenai pemberdayaan sekolah swasta dalam proses PPDB. Sehingga output lulusan sekolah dapat tertampung semua ke sekolah jenjang berikutnya.

“Pemerintah Daerah dapat membantu anggaran sekolah swasta melalui transfer dana ke daerah juga” ujar Dede Yusuf.

“Intinya adalah output daripada SD semua tertampung di SMP, output daripada SMP semua tertampung di SMA. Mau itu sekolah negeri, mau itu sekolah swasta. Namun tentu butuh dukungan untuk swasta-swasta, ya gurunya, ya lab-nya, ya sarana-prasarana, ya biaya operasionalnya,” ucapnya.

Dorongan kepada Pemerintah Daerah untuk mendukung sekolah-sekolah swasta juga diperlukan. Sehingga, Pemerintah Daerah dapat membantu anggaran sekolah swasta melalui transfer dana ke daerah juga. Dengan memberdayakan sekolah swasta ini juga dapat mengatasi masalah sekolah swasta yang saat ini kekurangan siswa.

Kemudian opsi terakhir yakni merubah sistem PPDB. “Opsi ketiga, saya pahit-pahit saja, mengubah PPDB. Judulnya nanti mau kembali ke NEM kek, mau kembali ke apa, silahkan. Tapi kalau sampai tidak berubah, terlalu. Karena ini bagaimanapun pemerintah ke depan harus punya komitmen yang sama,” pungkasnya.

PPDB Harus Dievaluasi Kembali

Adanya masalah itu tentu akan berdampak ke sektor pendidikan. Di mana tujuan pemerataan pendidikan bagi seluruh masyarakat justru terkendala hanya karena sistem zonasi. Sehingga, sistem zonasi baik untuk satuan pendidikan jenjang Sekolah Dasar (SD)  Sekolah Menengah Pertama (SMP) maupun Sekolah Menengah Atas dan SMK harus ada kajian kembali.

Risdiana Wiryatni

Menurut Direktur Eksekutif Strategi Foundation Risdiana Wiryatni, untuk mencegah adanya penyelewengan, alangkah lebih baik jika Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait bisa meminta bantuan atau bekerja sama dengan tim pakar, untuk membantu membuat kajian terkait dengan kebijakan zonasi. Jangan sampai masyarakat yang dirugikan sampai tidak bisa sekolah.

“ Penerapan PPDB 2024 masih menemui banyak masalah di berbagai daerah di Indonesia, mulai adanya jual beli kursi di sejumlah daerah, pungutan liar, memalsukan data domisili, mengubah alamat dalam kartu keluarga, sampai calon siswa-siswa ‘dititipkan’ pihak-pihak tertentu. Kasus-kasus terkait PPDB  pun bermunculan,” kata Risdiana beberapa waktu lalu.

Risdiana mengatakan, pelaksanaan PPDB  harus dilakukan secara objektif, transparan dan akuntabel. Selain zonasi, PPDB juga membuka jalur pendaftaran secara afirmasi, perpindahan tugas orangtua atau wali, serta jalur prestasi.

“ Pelaksanaan PPDB harus diawasi secara ketat, untuk menghindari kecurangan dari oknum-oknum tertentu dalam bentuk suap, pemerasan, dan gratifikasi pada proses penyelenggaraan Penerimaan Peserta Didik Baru, sebagaimana temuan KPK beberapa waktu lalu,” kata Risdiana.

“ Terkait pelaksanaannya, regulasi, pengawasan dan implementasinya harus benar-benar baik agar tahapan demi tahapan PPDB benar-benar objektif, transparan dan akuntabel. Masyarakat juga harus dilibatkan dalam proses pengawasan. Masyarakat didorong untuk melaporkan dugaan praktik pelanggaran kepada pihak berwenang, seperti APH maupun Komisi Pemberantasan Korupsi [KPK],” pungkas Risdiana.

[jgd/red]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *