STRATEGINEWS.Id, Jakarta – Putra sulung Jokowi Gibran Rakabuming Raka akan menjadi pemimpin kerdil, jika tetap dipaksakan menjadi calon wakil presiden di pilpres 2024, berpasangan dengan Prabowo Subianto.
Pandangan tersebut disampaikan Sekretaris Dewan Nasional Setara Institute Benny Soesetyo, dalam acara Rosi yang tayang di Kompas TV, Kamis [19/10] malam.
Menurut Benny, dengan dipaksakannya Gibran menjadi cawapres, dampaknya akan meluas hingga menyangkut nama baik Jokowi yang selama ini sudah terbangun.
“ Kalau dia tetap memaksakan itu, kalau toh dia jadi, dia akan menjadi pemimpin yang kerdil, sehingga apa, kekecewaan masyarakat semakin kuat dan itu terkena dampaknya adalah Pak Jokowi,”kata Benny
Saat ini, kata Benny, dampaknya sudah terlihat dengan banyaknya tokoh dan cendekiawan yang kecewa pada putusan MK.
“ Kita tidak mau Pak Jokowi terkena dampaknya. Maka teman-teman yang mencintai Pak Jokowi membuat surat keprihatinan sebagai rasa cinta, sebagai rasa sayang masyarakat terhadap Pak Jokowi,” tutur Benny yang juga anggota Badan Pembina Idiologi Pancasila [BPIP] ini.
Oleh sebab itu, Benny menyarankan agar Jokowi bisa mencegah Gibran maju menjadi cawapres 2024.
“ Pak Jokowi bisa membaca tanda-tanda zaman ini dan Pak Jokowi mampu mengendalikan nafsu berkuasa itu dengan mengatakan urusan domestik harus dikalahkan dengan urusan negara,” pungkas Benny.
Sebelumnya, MK mengabulkan gugatan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Gugatan ini dimohonkan oleh mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Surakarta (Unsa) bernama Almas Tsaqibbirru.
“Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian,” kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang pembacaan putusan, Senin. Usai Putusan MK Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu sedianya berbunyi, “Persyaratan menjadi calon presiden dan calon wakil presiden adalah: berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun”.
Atas putusan MK ini, seseorang yang pernah menjabat sebagai kepala daerah atau pejabat negara lainnya yang dipilih melalui pemilu bisa mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden meski berusia di bawah 40 tahun.
“Menyatakan Pasal 169 huruf q Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) yang menyatakan, “berusia paling rendah 40 tahun” bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum, termasuk pemilihan kepala daerah,” ujar hakim Anwar Usman.
Sumber: Kompas
[nufg/red]