Oleh: Anthony Budiawan – Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)
Wakil ketua KPK, Nurul Ghufron, mengajukan permohonan uji materiil undang-undang KPK terkait usia calon dan masa jabatan pimpinan KPK. Nurul Ghufron berpendapat, masa jabatan 4 tahun untuk pimpinan KPK melanggar konstitusi.
Gayung bersambut. MK mengabulkan permohonan Nurul Ghufron.
MK, lebih tepatnya lima hakim konstitusi, berpendapat, masa jabatan 4 tahun untuk pimpinan KPK bersifat diskriminatif, sehingga melanggar pasal 28D ayat 1, yang berbunyi: Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20230525122349-12-953852/mk-kabulkan-gugatan-nurul-ghufron-jabatan-pimpinan-kpk-jadi-5-tahun/amp
Juga diskriminatif terhadap peraturan masa jabatan 12 komisi lainnya, yang mempunyai masa jabatan 5 tahun, seperti Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Komisi Yudisial, dan seterusnya.
Putusan lima hakim konstitusi tersebut sangat aneh, tidak masuk akal, dan patut dipertanyakan. Putusan tersebut bisa membahayakan penegakan konstitusi.
Yang dimaksud dengan “Kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum”, seperti dimaksud pasal 28D ayat 1, harus dimaknai sebagai perlakuan yang sama dalam pelaksanaan sebuah UU. Artinya, semua pimpinan KPK wajib mempunyai masa jabatan yang sama, yaitu 4 tahun. Tidak ada yang boleh lebih atau kurang dari 4 tahun.
“Perlakuan yang sama” tidak berarti semua undang-undang harus sama, tidak berarti masa jabatan untuk semua lembaga atau komisi independen harus sama.
Artinya, perbedaan masa jabatan pimpinan antar lembaga, atau antar komisi, yang diatur di masing-masing undang-undang, tidak bisa dimaknai diskriminatif. Karena penentuan masa jabatan merupakan wewenang DPR sebagai lembaga pembuat undang-undang, dan kareba itu penetapannya tergantung dari sudut DPR dalam melihat peran komisi independen bersangkutan terhadap kepentingan bangsa dan negara.
KPK adalah lembaga independen untuk memberantas korupsi yang menjadi musuh utama seluruh rakyat Indonesia, karena korupsi merupakan tindak pidana yang merampas hak rakyat, dan memiskinkan rakyat.
Masa jabatan pimpinan KPK 4 tahun justru memperkuat independensi KPK, karena kepemimpinan KPK akan lintas pemerintah dan DPR, sehingga tidak dipengaruhi kekuasaan.
Artinya, pimpinan KPK yang akan datang (seharusnya periode 2023-2027), dipilih oleh presiden dan DPR saat ini, tetapi kepemimpinan KPK tersebut akan berlanjut hingga pemerintahan dan DPR selanjutnya.
Dengan demikian, independensi KPK lebih terjamin, dan tidak berada di bawah kekuasaan pemerintah yang menunjuknya.
Masa jabatan komisi independen yang tidak sama dengan kekuasaan secara prinsip lebih menjamin profesionalisme dan objektivitas dalam pemilihan pimpinan KPK, tidak politis, tetapi berdasarkan integritas calon pemimpin KPK tersebut.
Hal ini sama seperti, misalnya, di Amerika Serikat. Bank Sentral AS, the Fed, juga merupakan lembaga independen. Masa jabatan Dewan Gubernur Bank Sentral AS ditetapkan 14 tahun, dan hanya dapat dipilih satu kali saja. Peraturan masa jabatan Dewan Gubernur the Fed ini beda dengan peraturan masa jabatan lembaga lainnya. Meskipun demikian, peraturan masa jabatan Dewan Gubernur the Fed tersebut tidak diartikan diskriminatif.
Hal ini juga sejalan dengan putusan Mahkamah Konstitusi ketika mengadili uji materiil masa jabatan dan periode jabatan kepala desa, yang di dalam undang-undang tentang desa, ditetapkan 6 tahun dan dapat dipilih untuk 3 periode. Peraturan ini jelas beda dengan masa jabatan dan periode jabatan untuk pejabat publik lainnya, yang umumnya 5 tahun dan dibatasi hanya 2 periode.
MK, dalam hal ini hakim konstitusi, sepenuhnya paham, bahkan menegaskan bahwa masa jabatan dan periode jabatan kepala desa tersebut sah secara konstitusi, meskipun berbeda dengan masa jabatan untuk pejabat publik lainnya.
MK beralasan, UUD 1945 hanya menentukan secara eksplisit pembatasan masa jabatan untuk beberapa jabatan publik saja, yaitu presiden dan kepala daerah.
Sedangkan masa jabatan kepala desa tidak diatur di dalam UUD 1945, melainkan diatur di dalam undang-undang, yaitu tentang desa.
Putusan MK Nomor 42/PUU-XIX/2021 menegaskan, masa jabatan kepala desa 6 tahun, dan maksimal 3 kali periode jabatan, merupakan aturan yang konstitusional.
https://amp.kompas.com/nasional/read/2023/03/31/17270861/gugatan-masa-jabatan-kades-tidak-diterima-mk-tetap-bisa-menjabat-sampai-18
Alasan ini seharusnya juga berlaku bagi undang-undang KPK, peraturan masa jabatan 4 tahun untuk pimpinan KPK adalah sah dan konstitusional.
Tetapi, lima hakim konstitusi berpendapat lain, terindikasi sedang mempermainkan konstitusi.
Lima hakim konstitusi yang mengabulkan permohonan uji materiil Nurul Ghufron, mengubah masa jabatan pimpinan KPK dari 4 tahun menjadi 5 tahun, terindikasi melanggar konstitusi: mereka melanggar kewenangan DPR sebagai lembaga pembuat undang-undang.
Menurut UU pemilu, penjelasan pasal 169, butir d, pelanggaran konstitusi termasuk pengkhianat negara. Karena itu, wajib diberhentikan.
Semoga DPR berani menegakkan konstitusi, berani merebut kembali wewenang konstitusinya, sebagai lembaga pembuat undang-undang, yang saat ini sedang dirampas oleh lima hakim konstitusi.
Semoga DPR berani memberhentikan hakim konstitusi karena melanggar konstitusi, dan berkhianat kepada negara.