Opini  

RS Indonesia di Gaza Diserang Lagi, Indonesia Mau Tetap Jadi Penontonkah?

Rumah Sakit Indonesia di Gaza utara Palestina (Foto: Al Jazeera)

Oleh: Achmad Nur Hidayat, Pakar Kebijakan Publik Indonesia

Apakah dunia benar-benar telah kehilangan kemanusiannya nya untuk merespons tragedi kemanusiaan di Gaza dengan harga diri dan keberanian?

Di tengah derasnya hujan bom dan runtuhnya rumah sakit yang seharusnya menjadi tempat terakhir perlindungan manusia, dunia hanya membisu atau sekadar mengutuk dengan kata-kata kosong.

Dan ketika Rumah Sakit Indonesia di Gaza diserang lagi dan dilumpuhkan pada Minggu 18 Mei 2025 oleh militer Israel, pertanyaan itu tak hanya menjadi kritik bagi Liga Arab, tetapi juga cermin bagi Indonesia: apakah kita akan tetap jadi penonton, atau justru bangkit menjadi subjek utama dalam perjuangan kemanusiaan global?

RS Indonesia di Gaza: Simbol yang Dihancurkan, Harapan yang Harus Dibangkitkan

RS Indonesia di Gaza bukan sekadar bangunan medis. Ia adalah simbol kepedulian Indonesia terhadap penderitaan rakyat Palestina, simbol solidaritas dari bangsa Muslim terbesar di dunia.

Ketika Israel menggempur dan merusak RS tersebut, bukan hanya alat medis yang dihancurkan, tetapi juga harapan bagi ribuan warga sipil yang menggantungkan hidupnya pada pertolongan pertama.

Serangan brutal ini menelanjangi dua hal sekaligus: kejahatan kemanusiaan yang terus berlangsung dan kerapuhan tatanan internasional dalam melindungi yang paling rentan.

Kita bisa membayangkan RS Indonesia itu seperti lentera kecil di tengah gelapnya malam Gaza.

Ketika lentera itu dipadamkan paksa, maka dunia harus bertanya: siapa yang akan menyalakan kembali cahaya harapan itu?

Indonesia, pemilik lentera itu, tak bisa lagi hanya menangisi kerusakannya.

Kita harus menjadikannya titik balik untuk menyalakan cahaya lebih besar, lebih kuat, dan lebih nyata.

Kepemimpinan Dunia Islam: Ketika Meja Diplomasi Kosong

Di saat Liga Arab lumpuh secara politik dan diplomatik, saat banyak negara muslim memilih jalan kompromi atau diam demi kepentingan bilateral mereka, Indonesia harus menjadi pengecualian.

Dunia Islam kini seperti orkestra tanpa dirigen—gemuruhnya ada, tetapi tanpa arah. Di tengah kekosongan kepemimpinan itu, Indonesia punya legitimasi moral dan sejarah untuk mengambil alih tongkat komando moral.

Sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar, Indonesia bukan hanya punya kewajiban religius, tetapi juga tanggung jawab geopolitik untuk bersuara lantang.

Kita bukan negara kecil yang baru belajar bicara diplomasi. Kita punya rekam jejak panjang dalam diplomasi damai, dari peran aktif di Gerakan Non-Blok hingga penyelesaian konflik di Aceh. Maka ketika Gaza berteriak minta tolong, suara Indonesia harus bukan lagi bisikan, tapi seruan yang menggetarkan dunia.

Dari Retorika ke Aksi: Momen Presiden Prabowo dan Menlu Sugiono

Kini, panggung internasional menunggu tindakan konkret.

Bukan sekadar pernyataan pers atau kutukan rutin yang muncul tiap pekan.

Menteri Luar Negeri Sugiono bersama Presiden Prabowo harus menginisiasi konferensi perdamaian internasional yang menjadikan Gaza sebagai pusat perhatian.

Bukan konferensi basa-basi, tetapi ruang diplomasi nyata yang melibatkan aktor-aktor utama: OKI, Uni Eropa, PBB, bahkan Vatikan jika perlu.

Presiden Prabowo punya kredibilitas unik: ia dikenal luas sebagai figur militer dan diplomasi yang berani.

Saatnya beliau mengubah reputasi itu menjadi kekuatan moral yang mampu menggerakkan koalisi global untuk menekan Israel, mendesak pembukaan jalur kemanusiaan, dan menghentikan sistematisnya penghancuran fasilitas sipil.

Indonesia harus berani melampaui diplomasi Turki yang selama ini terlihat dominan dalam isu Gaza.

Kita tak perlu menyaingi Erdogan secara retoris, tetapi mengalahkannya dalam ketegasan aksi dan keberanian moral.

Indonesia tidak butuh jadi juru bicara Gaza; Indonesia harus jadi fasilitator perdamaian dan penyintas harapan rakyat Palestina.

Gaza Adalah Cermin, Bukan Cuma Layar Berita

Gaza bukan hanya layar penuh ledakan yang muncul di gawai kita.

Gaza adalah cermin retak dunia modern, tempat kemanusiaan diuji, dan solidaritas internasional dipertanyakan.

Ketika satu rumah sakit demi rumah sakit dihancurkan, ketika anak-anak dirawat tanpa obat, ketika ibu melahirkan di bawah reruntuhan, itu semua bukan kisah fiksi.

Itu adalah kenyataan yang dibiarkan terjadi karena kegagalan kolektif global.

Kita bisa gunakan analogi sederhana: jika satu keluarga tetangga kita diserang di rumahnya dan satu-satunya yang menolong mereka adalah kita, apakah kita hanya akan berdiri di pagar sambil menangis, atau kita akan masuk, memeluk mereka, dan membawa mereka ke tempat aman?

Gaza adalah saudara kita dalam kemanusiaan. Kita sudah mengulurkan tangan lewat RS Indonesia, sekarang tangan itu harus lebih kuat, lebih teguh, dan lebih terorganisir.

Membangun Diplomasi Progresif yang Membela yang Terpinggirkan

Indonesia harus memimpin diplomasi yang pro terhadap mereka yang terpinggirkan.

Saat dunia tenggelam dalam kalkulasi geopolitik dan perdagangan, Indonesia harus hadir dengan prinsip: bahwa nyawa manusia tidak bisa ditukar dengan kontrak dagang.

Diplomasi kita harus bersandar pada konstitusi, pada amanat pembukaan UUD 1945 yang menegaskan kemerdekaan adalah hak segala bangsa.

Sebagai bangsa yang lahir dari kolonialisme, kita punya empati historis terhadap rakyat Palestina.

Tapi lebih dari itu, kita punya kepentingan moral untuk menjadikan tragedi ini sebagai panggilan bagi dunia agar menghentikan siklus impunitas terhadap Israel.

Dunia harus mendengar suara Indonesia sebagai pemimpin moral dunia Islam.

Namun rencana Indonesia mengundang 1.000 anak-anak Gaza ke tanah air, meski mulia dan menggugah, belum cukup untuk menjawab kedalaman tragedi yang terjadi.

Inisiatif tersebut belum menjadi pokok diskusi di antara para pemimpin dunia, dan belum mampu mengubah lanskap politik global tentang Gaza.

Ia perlu dilihat bukan sebagai tujuan akhir, tetapi sebagai awal dari kebangkitan diplomasi kemanusiaan Indonesia.

Presiden Prabowo perlu mendorong agar Indonesia tak hanya jadi negara penerima korban, tapi menjadi pemimpin perubahan sistemik yang menjawab akar penderitaan mereka.

Kita perlu mendorong inisiatif lebih ambisius dan kolaboratif, yang mengundang simpati sekaligus menggugah tindakan konkret dari komunitas internasional.

Apa yang Prabowo harus lakukan?

Satu langkah strategis yang harus diambil adalah pembentukan Aliansi Pembela Gaza, yang melibatkan negara-negara kunci seperti Rusia, Tiongkok, serta anggota BRICS lain yang kini mulai menantang dominasi geopolitik Barat.

Aliansi ini tak hanya memperkuat posisi Indonesia di mata global, tetapi juga memberikan platform alternatif bagi perjuangan Palestina.

Indonesia perlu mengajak kekuatan dunia Islam non-mainstream seperti Iran, Yaman (Houthi), Suriah, dan Hizbullah untuk duduk dalam satu meja, demi menyatukan energi perlawanan dan diplomasi ke dalam satu misi bersama: gencatan senjata permanen dan kemerdekaan Palestina.

Dengan langkah ini, Indonesia pantas tampil bukan hanya sebagai negara Muslim terbesar di dunia, tetapi sebagai pemimpin sejati dunia Islam di abad ke-21.

Indonesia, Saatnya Ambil Panggung Sejarah !

Tragedi Gaza, kehancuran RS Indonesia, dan diamnya dunia adalah panggung sejarah yang sedang menanti tokoh utama.

Indonesia harus menjawab panggilan itu, bukan untuk kebanggaan nasionalisme kosong, tetapi untuk menunjukkan bahwa kita berdiri di sisi yang benar dalam sejarah kemanusiaan.

Presiden Prabowo dan Menlu Sugiono harus segera menyatakan inisiatif global, menggalang kekuatan negara-negara Global South, mendesak PBB membuka penyelidikan independen, bila di Veto oleh Dewan Keamanan maka Indonesia perlu membuka jalur diplomasi langsung dengan semua pihak yang relevan.

Dunia Islam butuh pemimpin, dan Indonesia harus menjadi itu.

Gaza adalah luka dunia, dan Indonesia harus jadi tangan yang mengobatinya, bukan sekadar mata yang menangisi.

Dunia sedang menanti: apakah Indonesia cukup berani untuk tidak lagi menjadi penonton sejarah, tetapi penulisnya.

END

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *