Oleh: Syahril Syam ST., C.Ht., L.NLP *)
Saya pernah membaca sebuah buku cerita kartun yang berjudul “Kungfu Boy”, yang menggambarkan seorang anak muda yang luar biasa. Ada salah satu kisahnya yang sampai sekarang sangat susah untuk saya lupakan, yaitu ketika sang kungfu boy diminta untuk latihan konsentrasi. Ia diminta untuk mendengarkan suara kicauan burung di hutan.
Bagi sang kungfu boy hal ini bukanlah sesuatu yang sulit. Namun, ia diminta untuk berkonsentrasi mendengarkan suara kicauan burung di sebuah hutan yang didekatnya ada sebuah air terjun yang sangat besar. Suara gemuruh air terjun itu menutupi semua suara-suara lain di sekitarnya.
Semakin sang kungfu boy ini berusaha untuk memasang terlinganya dan berkonsentrasi untuk mendengarkan suara kicauan burung, yang terjadi justru ia hanya mendengar suara gemuruh air terjun tersebut. Hingga pada suatu ketika, ia merasa sangat capek dan mulai memutuskan untuk beristirahat. Ketika ia berbaring di atas sebuah batu dan mencoba untuk santai dan rileks sambil sedikit melamun, tiba-tiba ia mendengar beberapa ekor suara burung yang berkicau. Semakin ia santai, semakin terdengar jelas suara burung tersebut.
Dari pengalamannya itu, sang kungfu boy mengetahui bahwa dengan hanya mengarahkan satu kekuatan tertentu saja (yaitu memasang telinga) dan menganggap bahwa hanya dengan itu saja bisa mendengar suara kicau burung, ia justru mengalirkan energinya hanya ke satu titik saja. Tetapi dengan berusaha untuk santai dan rileks, aliran energi justru tersebar merata ke seluruh tubuhnya, dan potensi dari seluruh tubuhnya ini justru memberikan peran yang sangat besar kepada telinganya untuk mendengar dengan baik.
Hanya mengharapkan satu tujuan tertentu, dan berusaha mati-matian untuk mengejarnya, hanya membuat energi dan potensi kita hanya terbuang percuma, karena kita menutup diri dari adanya kesempatan yang lain. Mengejar kekayaan dan mengangggap bahwa hanya kekayaanlah yang bisa membuat kita bahagia, justru membuat kita menjadi semakin tidak bahagia. Banyak sisi-sisi kehidupan kita yang akan terlewati.
Dua agenda berlaku dalam hidup kita: dari Sang Maha Kreator dan dari diri sendiri. Kedunya seringkali bertentangan. Ketika apa yang kita inginkan berbeda dengan apa yang sesungguhnya baik bagi kita. Pasrah pada kehendak-Nya tidak berarti tidak melakukan sesuatu dan hanya menerima hidup apa adanya. Ini berarti menggunakan kemampuan, bakat, dan kekuatan yang kita miliki untuk melakukan apa yang kita bisa untuk membuat kehidupan yang lebih baik bagi diri sendiri dan orang lain.
Penyerahan sejati datang dengan mengetahui rancangan agung dibalik tingkat duniawi yang dangkal, dan dengan demikian, membuka dan menerima bimbingan Ilahi, membiarkannya mempengaruhi hidup kita dalam cara yang sangat positif.
Kita mungkin mengira bahwa apa yang telah kita lakukan saat ini adalah yang terbaik bagi diri kita, padahal belum tentu demikian. Banyak orang-orang sukses yang awalnya tidak pernah menyangka dengan apa yang meraka telah raih saat ini. Oleh sebab itu, tidak melekat kepada tujuan, berarti kita memberi peluang lain dalam kehidupan kita, dan membiarkan kita masuk dengan fleksibilitas hidup ke dalam Agenda Ilahi.
@pakarpemberdayaandiri