STRATEGINEWS.Id, Jakarta – Seiring dengan berkembangnya zaman, dan pesatnya kemajuan teknologi, rasa nasionalisme seolah sudah mulai luntur. Ibarat baju berwarna merah yang sudah lama dipakai, lama-kelamaan berubah warnanya menjadi merah muda alias pink.
Contoh sederhana saja, akhir-akhir ini kita sering dikagetkan pemberitaan maraknya geng motor di berbagai daerah, dengan perilaku brutal di jalanan dan tak segan-segan melukai orang lain yang ditemui. Contoh lain, seorang siswa berani memaki dan melawan gurunya ketika ditegur karena terlambat sekokah.
Mensikapi hal, agar generasi muda, tidak semakin kehilangan arah, pentingnya dihidupkan lagi Pendidikan Moral Pancasila [PMP] dan Pedoman Penghayatan Pengamalan Pancasila [P4].
Ketua Umum Relawan Jokowi Aliansi Masyarakat Untuk Nawacita [Almaun] Rafik Perkasa Alamsyah mengatakan, Pendidikan Moral Pancasila dan P4 perlu dihidupkan kembali dan ditanamkan ke dalam diri generasi muda, tidak hanya melalui teori, tetapi melalui perbuatan sehari-hari.
Nilai-nilai Pancasila, kata Rafik, sangat dibutuhkan saat ini. Nilai-nilai Pancasila kalau tidak terinternalisasi pada diri siswa dan generasi muda, maka dikhawatirkan akan hilang.
“Sekarang yang diperlukan, bagaimana caranya menginternalisasi nilai-nilai Pancasila pada diri siswa. Jika hal ini tidak segera disikapi, dikhawatirkan generasi-generasi muda kita akan semakin kehilangan arah dan jati diri. Ini sangat membahayakan,” kata Rafik Perkasa Alamsyah dalam bincang kebangsaan menyambut Hari Lahir Pancasila, Rabu [31/5/2023]
Tokoh muda Golkar ini menilai setelah tidak adanya mata pelajaran Pendidikan Moral Pancasila (PMP) telah membuat generasi 90-an mengalami “kehilangan” terhadap ideologi bangsa, Pancasila.
Selain itu, tambah Rafik, sangat perlu dan mendesak dihidupkannya kembali penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila [P4] disesuaikan dengan kondisi saat ini.
Padahal, tambahnya, Pancasila yang digali Bung Karno bersumber dari jati diri bangsa Indonesia. Kita menjadi bangsa yang tak menghargai dan melupakan jati dirinya sendiri, asyik memakai “make up” jati diri bangsa lainnya.
“ Sekarang rasa nasionalisme dan kebangsaan sebagian besar dari generasi muda kita sudah mulai luntur, hal ini disebabkan karena semakin minimnya pemahaman mereka terhadap budaya dan sejarah bangsanya,” ucap Rafik
“ Pendidikan Moral Pancasila dan P4 penting untuk dihidupkan kembali, sebagai rumusan pedoman Pancasila untuk masyarakat dalam hidup berbangsa dan bernegara,” tuturnya.
Pancasila, tambah Rafik, hendaknya menjadi dasar hidup yang menyatukan seluruh rakyat Indonesia meskipun berbeda latar belakang, adat istiadat, agama, budaya, serta suku. Sebagai ideologi bangsa, Pancasila mestinya terpatri sebagai falsafah hidup bagi seluruh rakyat, bukan sekadar simbolisme dan naskah usang yang dianggap kehilangan pijakan kontekstualnya.
“ Kealpaan memahami secara utuh atas Pancasila itulah yang membuat ideologi lain mudah merongrong dan menginfiltrasi bangsa ini. Hal itu juga memunculkan fenomena sosial yang menggambarkan pudarnya rasa kebangsaan dan integritas nasional yang ditunjukkan para elite hingga pada masyarakat bawah yang cenderung mudah tersulut dan terprovokasi,” terangnya.
Rafik menegaskan, Pancasila menjadi menjadi kebutuhan utama saat ini, khususnya dalam rangka merawat persatuan dan keutuhan bangsa yang dilandaskan pada sikap toleransi dan kebinekaan. Nilai-nilai universal kebangsaan dinilai sangat penting sebagai fondasi jati diri bangsa di tengah era globalisasi. Sudah saatnya Pancasila masuk kurikulum. Tidak cukup dengan pendidikan kewarganegaraan yang lebih menekankan agar masyarakat taat hukum sebagai warga negara. Disorientasi pendidikan itulah yang pada akhirnya membuat pemahaman dan implementasi nilai-nilai Pancasila dikesampingkan dari kurikulum turunannya. Intoleransi dan radikalisme menemukan celahnya untuk merongrong realitas sosial masyarakat Indonesia.
“ Jika bangsa ini tidak mau dikuasai sikap intoleransi, radikalisme, dan demagogi kebencian berdasarkan SARA, Pancasila harus dihidupkan lagi. Pengajaran Pancasila harus dibangun di atas konsep pembelajaran lebih bersifat pemahaman, bukan sekadar pengetahuan. Mengestafetkan roh Pancasila disesuaikan dengan zamannya lewat ruang aplikatif, kreatif, dan inovatif. Bukan dengan gaya indoktrinasi,” ungkapnya.
“ Menteri Pendidikan, maupun institusi terkait lainnya, harus bertanggung jawab atas keberlangsungan masa depan generasi muda mendatang, salah satunya dengan menghidupkan kembali Pancasila. Bila tidak sanggup lebih baik mundur saja,” pungkas Rafik Perkasa Alamsyah.
[jgd/red]