STRATEGINEWS.id, Jakarta – Kementerian Perhubungan melalui Ditjen Perhubungan Darat tengah memfinalisasi rencana kenaikan tarif transportasi online dengan besaran 8-15 persen, tergantung klaster wilayah masing-masing.
Rencana kenaikan tarif ojol ini, mendapat reaksi berbagai pihak.
Melansir dari Tempo.co, Ekonom UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat mengatakan rencana kenaikan tarif transportasi online sebesar 8 hingga 15 persen terdengar menyejukkan bagi pengemudi. Namun, ia mengingatkan, kenaikan tarif tidak otomatis akan meningkatkan kesejahteraan bila potongan aplikator tetap tinggi. Apalagi asosiasi pengemudi ojol juga kerap menyampaikan adanya pelanggaran aturan potongan aplikator dari batas maksimal 20 persen.
“Kenaikan tarif tanpa pembatasan potongan aplikator hanya akan meningkatkan pemasukan bruto (pendapatan kotor), bukan pendapatan bersih,” kata Achmad, Jumat, 4 Juli 2025. Kenaikan tarif ini pun pada akhirnya akan lebih menguntungkan aplikator.
Untuk mencapai keadilan, Achmad berujar, pemerintah harus mengatur potongan aplikator secara tegas. Dengan begitu, kenaikan tarif yang direncanakan bisa benar-benar dinikmati pengemudi ojol saat diimplementasikan kelak. Selain itu, Achmad mengusulkan agar penentuan tarif juga tidak lagi ditentukan sepihak oleh pemerintah dan aplikator.
“Perlu ada partisipasi mitra pengemudi,” ujarnya.
Rencana kenaikan tarif ojek online disampaikan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Aan Suhanan dalam rapat bersama Komisi V DPR pada Senin, 30 Juni 2025. Dalam kesempatan itu, Aan menyampaikan soal rencana kenaikan tarif sebesar 8 persen hingga 15 persen.
Rencana tersebut ditolak asosiasi pengemudi ojol. Ketua Umum Asosiasi Pengemudi Ojol Garda Indonesia Igun Wicaksono mendesak pemerintah untuk lebih dulu memutuskan potongan tarif aplikator menjadi 10 persen. Sebab, tanpa mengurangi potongan aplikator, kenaikan tarif ojol tidak berdampak signifikan bagi pengemudi. Malah, ia khawatir kenaikan tarif membuat pendapatan pengemudi ojol berkurang karena jumlah orderan menurun.
Senada dengan Igun, Government Relation Specialist Maxim Indonesia Muhammad Rafi Assagaf menuturkan, kenaikan tarif bisa menyebabkan anjloknya penggunaan layanan. Karena itu, menurut dia, rencana kenaikan tarif transportasi online perlu dikaji ulang. Ia meminta pemerintah mempertimbangkan aspek kebutuhan konsumen dan keberlangsungan mitra pengemudi. Keseimbangan permintaan dan penawaran juga harus dijaga.
“Pemerintah juga perlu mempertimbangkan situasi ekonomi yang sedang dalam kondisi tidak baik,” ujar Rafi.
Seiring dengan polemik tersebut, Aan kemudian menyatakan rencana kenaikan tarif transportasi online belum diputuskan. Bahkan, menurut dia, regulasi kenaikan tarif masih akan berproses panjang.
“Kami tidak hanya melihat satu sisi. Harus komprehensif, menyeluruh, sehingga keputusannya adil dan berkelanjutan,” kata Aan di Kemenhub, Rabu, 2 Juli 2025, seperti dikutip dari Tempo.co.
[sam/rel]