Budaya  

Likuran Makna Kegembiraan Saat Ramadhan

STRATEGINEWS.id, Singkawang Kalbar – Likuran saat Bulan Suci Ramadhan. Merupakan suatu sebutan yang akrab, sejak lama dikenal warga masyarakat di singkawang dan sekitarnya. Likuran merupakan suatu waktu khas, menjelang hari Raya Idul Fitri. Sebutan satu likur misalnya, adalah merupakan hari ke 20 puasa di bulan Suci Ramadhan.

Disuasana lampau, kebiasan warga pada saat likuran ditandai dengan pemasangan lampu pelita maupun obor yang dipasang berjajar rapi. Baik di halaman halaman rumah warga maupun di pinggiran pinggiran jalan.

Keadaan ini dimaksudkan untuk menghiasi dan menyemarakkan suasana gembira. Dalam suasana ini, dahulunya disertai pula dengan kecerian anak anak bermain meriam bambu yang dikenal dengan Laggum. Saat subuh anak anak berkeliling kampung, membangunkan warga untuk sahur. Makan disubuh hari sebelum masuk waktu berpuasa.

Kebiasan saat likuran, ada yang lajim dikenal dengan “malam tujuh likur”. Dapat diartikan merupakan hari ke 27 puasa Ramadhan.

Pada malam malam likuran, memiliki makna mendalam sebagai bentuk peringatan malam Lailatul Qadar (diturunkanNya Alqur’an) yakni diyakini pada malam malam ganjil dari sepuluh malam terakhir.

Disaat malam tujuh likur, kebiasaan warga membuat ‘kue pasung’ untuk berbuka puasa. Dulunya warga membawa kue pasung ke Masjid untuk dimakan bersama. Kue pasong yang dibuat saat malam 7 likur itu sendiri, memiliki filosofi tentang dibelenggu nya syaitan pada Bulan Suci Ramadhan.

Disaat malam malam likuran ini pula, biasa warga melakukan I’tikaf di Masjid yakni konsentrasi penuh menunaikan ibadah, rukun Islam dan rukun iman Islam. Juga khataman membaca ayat suci Alqur’an. Mendekatkan dan berserah diri hanya kepada Allah SWT. Disamping mempererat tali silaturahmi, kepekaan sosial/ kepedulian dan memelihara semangat bergotong royong dalam kebaikan.

Kebiasaan masyarakat Melayu Singkawang dan sekitarnya saat memasuki waktu likuran puasa, secara asal usulnya memang tidak memiliki tradisi tertulis. Melainkan tradisi lisan melalui mulut ke mulut.

Dikekinian, memeriahkan suasana Ramadhan di Kota Singkawang masih tetap terasa. Ramadhan Fair, merupakan implementasi suasa tersebut, tanpa menggeser esensi makna didalamnya.

“Memeriahkan suasana bulan suci Ramadhan di Kota Singkawang, dilaksanakan secara gotong royong. Sehingga beberapa kegiatan dapat dilaksanakan hingga menjelang hari raya Idul Fitri , ” kata Sekretaris panitia Ramadhan Fair 2025 Kota Singkawang, Obadilla Alherriz, SE.

Kegiatan kegiatan tersebut jelas Oba, di antaranya Pawai Obor yang telah berlangsung menjelang hari H puasa Ramadhan. Pasar Juadah Ramadhan, lampu hias kota dan hias kampung. Juga akan diselenggarakan lomba musik percussi tingkat remaja. Kemudian malam jelang hari raya Idul Fitri, panitia Ramadhan Fair akan dirangkai dengan Takbiran keliling kota Singkawang.

Untuk pasar Juadah Ramadhan, terang Oba, saat ini telah berlangsung lancar. Meskipun sempat terjadi kendala. Pada hari ke 9 puasa, tenda tenda yang terpasang roboh karena diterpa angin kencang. Namun dengan cepat, telah diatasi. Sehingga keadaan kembali seperti sedia kala.

Panitia Ramadhan Fair, sebut Oba menyediakan 70 an tenda jualan untuk warga UMKM yang berjualan di Jl. Merdeka (taman burung) Singkawang. Dampaknya cukup baik, mejadi peluang usaha warga. Selain itu, keberadaan aktifitas pasar Juadah Ramadhan, memberikan kontribusi, membantu pendanaan realisasi lampu hias kota.

Keterbatasan anggaran dan waktu persiapan yang singkat, sebut dia, saat ini tidak menyurutkan panitia pelaksana Ramadhan Fair yang terlibat. Tetap semangat, mensukseskan Ramadhan Fair di Kota Singkawang. Terlebih lagi, adanya dukungan dari Walikota dan Wakil Walikota Singkawang.

(Ibnu Azan)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *