Opini  

Daya Beli Melemah, Tapi Wisata Tetap Ramai: Fenomena Aneh atau Kebutuhan?

Ekonom Achmad Nur Hidayat
banner 400x130

Oleh: Achmad Nur Hidayat, Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPNVJ

Dalam beberapa tahun terakhir, ekonomi global mengalami berbagai tantangan yang berdampak pada daya beli masyarakat.

Namun, di tengah kondisi ekonomi yang sulit, sektor pariwisata tetap menunjukkan daya tariknya.

Fenomena ini terlihat jelas saat libur panjang akibat cuti bersama dan berdekatan dengan dua hari libur nasional, seperti Isra Mi’raj dan Tahun Baru Imlek 2025, di mana masyarakat tetap memadati berbagai destinasi wisata.

Hal ini menimbulkan pertanyaan: mengapa ekonomi pariwisata tetap menjadi primadona meskipun daya beli masyarakat melemah?

Liburan Sebagai Obat dan Kado Terindah

Liburan bukan hanya sekadar aktivitas rekreasi, tetapi juga menjadi cara bagi masyarakat untuk melepas penat akibat tekanan ekonomi dan kehidupan sehari-hari.

Ketika kondisi ekonomi memburuk, stres dan tekanan hidup meningkat, sehingga liburan menjadi semacam terapi psikologis bagi masyarakat.

Liburan panjang dengan cuti bersama memberikan peluang bagi banyak orang untuk mengambil jeda dari rutinitas dan menikmati kebersamaan dengan keluarga atau teman.

Liburan juga dianggap sebagai “kado terindah” yang bisa dinikmati oleh masyarakat dari berbagai lapisan ekonomi.

Tidak sedikit orang yang mengalokasikan anggaran liburan sebagai bentuk penghargaan bagi diri sendiri dan keluarga.

Hal ini juga didukung oleh kebijakan pemerintah yang memberikan cuti bersama, sehingga banyak keluarga memanfaatkan kesempatan tersebut untuk bepergian.

Fenomena Paket Liburan Hemat dan Wisata Low Budget

Meskipun daya beli masyarakat menurun, sektor pariwisata tetap berkembang karena adanya perubahan pola konsumsi.

Masyarakat kini lebih cermat dalam mengatur anggaran liburan dan cenderung memilih paket wisata hemat.

Mereka tidak lagi mengutamakan liburan mewah, tetapi lebih kepada pengalaman menikmati keindahan alam tanpa perlu mengeluarkan banyak uang untuk belanja berlebihan.

Data dari berbagai destinasi wisata di Indonesia selama libur panjang Isra Mi’raj dan Imlek 2025 menunjukkan bahwa wisatawan tetap berbondong-bondong mengunjungi tempat wisata, meskipun dengan pola konsumsi yang lebih hemat.

Berdasarkan data yang dihimpun kantor berita antara, Taman Margasatwa Ragunan, Jakarta Selatan mencatat 146.717 pengunjung dalam lima hari, menandakan tingginya animo masyarakat untuk liburan dengan biaya murah dan akses mudah.

Kabupaten Bantul, Yogyakarta mencatat 75.218 wisatawan selama libur panjang, dengan pendapatan daerah mencapai Rp1,07 miliar, terutama dari destinasi pantai yang banyak dikunjungi.

Kawasan Puncak, Bogor, Jawa Barat menerima sekitar 1 juta wisatawan selama liburan, menunjukkan bahwa destinasi dekat perkotaan tetap menjadi favorit karena lebih ekonomis dibandingkan perjalanan jauh.

Kota Sabang, Aceh menyambut lebih dari 12.000 wisatawan, menandakan bahwa masyarakat masih mengalokasikan dana untuk pengalaman wisata meskipun dalam skala terbatas (Sabang Kota, 2025).

Data ini menunjukkan bahwa masyarakat masih mengutamakan liburan, tetapi dengan pengeluaran yang lebih terkendali.

Karakter utama liburan saat ini adalah mengunjungi tempat wisata, menikmati pemandangan alam, dan menghindari belanja yang berlebihan.

Belanja secukupnya menjadi tren, karena masyarakat lebih selektif dalam mengeluarkan uang.

Pariwisata Hemat: Tren di Era Pelemahan Daya Beli

Di tengah menurunnya daya beli, pariwisata hemat menjadi pilihan utama masyarakat. Beberapa strategi yang dilakukan wisatawan agar tetap bisa berlibur tanpa menguras kantong antara lain:

Memilih Destinasi Dekat

Masyarakat cenderung memilih tempat wisata yang tidak jauh dari tempat tinggal mereka untuk menghemat biaya transportasi. Wisata lokal menjadi favorit karena lebih murah dan mudah dijangkau.

Menggunakan Transportasi Umum atau Kendaraan Pribadi

Banyak keluarga memilih menggunakan kendaraan pribadi atau transportasi umum yang lebih hemat dibandingkan pesawat atau kereta jarak jauh.

Mengurangi Pengeluaran untuk Akomodasi

Wisatawan lebih memilih penginapan budget seperti homestay atau guesthouse dibandingkan hotel berbintang.

Membawa Bekal Sendiri

Untuk menghemat pengeluaran, banyak keluarga membawa makanan sendiri saat bepergian, mengurangi biaya makan di restoran mahal.

Menghindari Belanja Berlebihan

Berbeda dengan tren liburan di tahun-tahun sebelumnya, wisatawan saat ini lebih selektif dalam membeli oleh-oleh. Mereka lebih memilih membeli barang yang benar-benar diperlukan.

Memanfaatkan Diskon dan Promo

Banyak wisatawan mencari promo tiket masuk tempat wisata, diskon transportasi, dan paket wisata murah untuk mengoptimalkan anggaran liburan mereka.

Kesimpulan

Pariwisata tetap menjadi primadona meskipun daya beli masyarakat melemah.

Hal ini disebabkan oleh kebutuhan psikologis masyarakat untuk berlibur sebagai pelepas stres dan penghargaan bagi diri sendiri serta keluarga.

Namun, pola konsumsi dalam liburan berubah: masyarakat lebih memilih paket wisata hemat, menghindari belanja berlebihan, dan mencari cara-cara ekonomis untuk tetap menikmati waktu liburan.

Tren wisata hemat ini diperkirakan akan terus berlanjut seiring dengan ketidakpastian ekonomi.

Oleh karena itu, pelaku industri pariwisata perlu beradaptasi dengan menyediakan lebih banyak opsi liburan yang terjangkau, seperti paket wisata murah, promo transportasi, dan akomodasi yang ramah kantong.

Dengan begitu, sektor pariwisata tetap bisa berkembang di tengah tantangan ekonomi yang ada.

Dengan data yang ada, jelas bahwa meskipun daya beli melemah, masyarakat tetap mengutamakan pengalaman wisata.

Pola konsumsi telah bergeser dari liburan mewah ke liburan hemat, tetapi sektor pariwisata tetap menjadi sektor yang kuat dan bertahan dalam berbagai kondisi ekonomi.

END

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *