STRATEGINEWS.id, Medan — Kisah tragis menimpa Lie Pin Cien (42). Istrinya yang mengidap kelainan jiwa, mengakhiri hidupnya dengan gantung diri. Tetapi polisi di Polsek Medan Sunggal atas dorongan keluarga korban dan organisasi massa menuduh Lie Pin Cien (LPC) yang membunuh. Sementara hasil dokter forensik mengungkapkan, korban meninggal dunia murni karena gantung diri, tetapi Polsek Medan Sunggal melimpahkan berita acara ke pengadilan bahwa korban meninggal karena pembunuhan berencana sehingga LPC dihukum penjara seumur hidup.
Lie Siau Yen atau Ayen (kakak LPC), kepada wartawan mengatakan, memohon bantuan hukum untuk menegakkan keadilan bagi adiknya yang penuh rekayasa. Pasalnya dijerat dengan pasal pembunuhan berencana, hingga dijatuhi vonis hukuman seumur hidup terhadap terdakwa LPC alias Jhoni (42) warga Gelugur Rimbun, Desa Sei Mencirim, Kabupaten Deli Serdang, Sumatra Utara, oleh Pengadilan Negeri (PN) Lubuk Pakam dinilai terkesan dipaksakan. LPC dituduh sebagai pelaku pembunuhan terhadap istri sirinya sendiri bernama Rita Jelita Br Sinaga.
Terkait hal tersebut, penasehat hukum terdakwa akhirnya mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Sumatra utara, dengan nomor: 465/Akta.Pid/2024/PN Lbp, pada Selasa, 24 Desember 2024. Hal ini disampaikan Nasib Butar Butar SH MH, selaku penasehat hukum terdakwa dari kantor hukum Nasib Butar Butar SH MH & Rekan, kepada wartawan, Selasa (7/1/2025).
Nasib Butar Butar mengungkapkan, pihaknya menilai peristiwa kematian Rita Jelita Br Sinaga murni bunuh diri dengan cara gantung diri. Tudingan tersebut bukan tidak mendasar karena pihaknya ada mendapatkan fakta dan bukti dari tetangga korban yakni seorang nenek, bahwa korban sudah tiga kali melakukan percobaan bunuh diri, di antaranya dengan memotong nadi dan minum racun serangga.
“Kami mendapat keterangan dan bukti korban sudah beberapa kali mencoba bunuh diri, dengan memotong nadi di tangan dan minum racun serangga. Hal itu diungkapkan tetangga korban, dan salah satu bukti tersebut sudah kami dapat yakni rekam medis dari salah satu klinik tempat korban mendapat pertolongan sebelumnya,” kata Nasib Butar Butar.
Dijelaskannya, peristiwa kematian korban berawal ketika korban mengajak suaminya LPC untuk pergi tamasya ke Brastagi, pada dini hari 1 Juni 2024, namun ditolak LPC. Itu membuat korban sakit hati.
“Setelah menolak ajakan korban, LPC kembali tidur dan sempat melihat korban berjalan menuju ke dapur tapi tidak menghiraukannya,” jelas Nasib Butar Butar.
Kemudian, lanjutnya, berselang tak lama ketika suara azan subuh bergaung, LPC terbangun dari tidurnya.
“Ketika LPC bangun dari tidurnya saat azan subuh itu, dia tidak mendapati istrinya tidur di sebelahnya, kemudian LPC bangun dan beranjak ke dapur. Namun betapa terkejutnya dia melihat istrinya dalam kondisi tergantung menggunakan kain sarung,” jelas Nasib Butar Butar.
LPC lalu berusaha menolong dengan cara menurunkan korban ke lantai. Namun setelah berhasil diturunkan, korban sudah tidak bergerak. Lalu LPC berlari keluar rumah untuk meminta tolong kepada tetangganya. Tak lama, suasana di rumah tempat tinggal LPC dan korban sudah ramai didatangi para tetangga maupun kepling setempat. Hingga hari terang, pihak Babinsa dan Bhabinkamtibmas juga datang. Begitu juga tim forensik dari kepolisian.
“Tim forensik sempat datang, namun kemudian pulang kembali. Untuk kondisi korban saat itu sudah sempat dipegang-pegang bapaknya dan tetangga, hingga ditidurkan dan ditutupi selimut di ruang tamu,” kata Butar Butar.
Keluarga Lie Siau Yen (kakak korban), LPC alias Jhony terduga pelaku tindak pidana kasus pembunuhan, beserta kuasa hukumnya Nasib Butar Butar SH MH berencana mengadukan Kapolsek Sunggal Polrestabes Medan ke Propam Polda Sumut. Pengaduan terkait dugaan pelanggaran etik dalam pengusutan
kasus kematian RS.
“Kami berencana segera akan melaporkan dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Kapolsek Sunggal dan satu Kanit dari Polsek Medan Sunggal Polrestabes Medan,” kata Nasib Butar Butar didampingi keluarga kliennya, dalam hal ini diwakili Lie Siau Yen selaku kakak kandungnya.
Selain akan membuat laporan pengaduan, Nasib mengatakan, pihaknya juga sudah melayangkan permohonan banding ke Pengadilan Tinggi Sumatra Utara terkait ‘putusan’ yang dinilai tidak memberikan keadilan kepada kliennya. Dia menilai ada ‘kejanggalan’ dalam rangkaian proses pengusutan dan putusan pidana dalam kasus tersebut yang menjatuhkan hukuman penjara seumur hidup karena dianggap melakukan pembuatan pembunuhan berencana.
Kemudian Lie Siau Yen, warga Sukaramai Medan, menyoroti penyataan pengakuan pribadi yang disampaikan adiknya, terkait dengan adanya dugaan kriminalisasi, tekanan, bahkan sampai dugaan penyiksaan oleh oknum penyidik yang dialami pelaku terkait mengenai mengarahkan perubahan keterangan terduga pelaku di BAP dibandingkan dengan keterangan terduga pelaku di saat rekonstruksi, yang diberikan kliennya LPC, yang menyebutkan adiknya secara real (aslinya) mengubah pengakuannya usai diperiksa polisi.
“Dari awal keluarga kami sudah mengatakan tidak percaya adiknya diduga menyiksa istri sirinya sampai terjadi kematian. Karena menurut pengakuan adiknya LPC kepadanya, pada Sabtu (1/6/2024) subuh, jenazah itu ditemukan LPC sudah tergantung menggunakan kain sarung yang biasa dipakai istri sirinya RS, di dekat kamar mandi rumah mereka. Lalu, seolah-olah polisi mengatakan ‘jenazah itu tidak ditemukan tergantung melainkan dibunuh adik saya.’ Jadi ada perubahan-perubahan statement seperti itu,” jelas Lie Siau Yen.
Maka itu, dia menduga ada ‘rekayasa dan kriminalisasi’ dalam penyelidikan dan penyidikan kasus kematian RS. Oleh karena itu, dia bersama penasehat hukum keluarganya Nasib Butar Butar akan melaporkannya ke Propam Polda Sumut dan saat ini pihaknya telah membuat pengajuan banding ke Pengadilan Tinggi Medan, Sumatra Utara, dengan Nomor: 465/Akta.Pid/2024/PN Lbp.
“Kejadian ini ada dugaan rekayasa dan kami bersama kuasa hukum berharap Propam Polda Sumut dan Pengadilan Tinggi Medan, Sumatra Utara, dapat merespons pengaduan kami untuk mencari keadilan,” harap Ayen, seperti dikutip dari egindo.com, Senin (13/1/2025) siang.
(KTS/rel)