Berwisata ke Kampung Pak Kumis Sangurejo

Catatan : Dr Syifa Saputra M.Si, Dosen Prodi Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Almuslim Bireuen

 

STRATEGINEWS.id, Bireuen – Lain Lubuk Lain Ikannya, Lain ladang Lain Belalangnya, itulah yang menjadi pedoman untuk kami, sebuah nasehat yang tak lekang oleh waktu dan kemana pun melangkah harus menjadi sandaran.

Pada 13 September 2024, kami menyempatkan lawatan ke Desa Wisata Padukuhan Sangurejo.

Padukuhan Sangurejo, merupakan salah satu padukuhan yang ada di Desa Wonokerto, Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Secara administrasi pemerintahan, Desa Wonokerto memiliki 13 dukuh, dengan jumlah RT adalah 64 RT dan 29 RW dengan luas wilayah 38,41 Ha.

Kalau di Aceh Dukuh itu setingkat dengan Dusun, tetapi cakupan wilayah Dukuh ini lebih luas.

Secara geografis Desa Wonokerto berada pada ketinggian 398 hingga 976 mdpl, yang sebagian wilayahnya berada pada dataran tinggi.

Jarak tempuh yang kami lalui dengan mengenderai sepeda motor sekitar 18 Km, dengan lama perjalanan kurang dari 1 jam dari pusat kota DI Yogyakarta.

Lawatan kami adalah bagian dalam mempelajari Manajemen Sumber Daya Hayati, tapi fokus kali ini pada desa Padukuhan Sangurejo yang dinobatkan oleh Gubernur DI Yogyakarta pada tahun 2023 sebagai Kampung Proklim.

Dimana pada awalnya desa ini merupakan daerah padukuhan yang kabarnya kumuh dan miskin atau masyarakat sekitar mengenal dengan sebutan “Pak Kumis”.

Stigma Pak Kumis itu sekarang sudah menjelma menjadi Padukuhan yang mandiri, asri, nyaman dan terawat berkat dari gigihnya masyarakat dalam menjaga lingkungan.

Hal ini terbukti begitu kami memasuki padukuhan, kami disambut oleh pemandangan yang selayaknya bukan sebuah padukuhan melainkan sebagai objek yang dikelola oleh investor. Tapi hal ini tidak dengan Padukuhan Sangurejo.

Dalam lawatan ini, kami dipandu oleh Bapak Agus Kurniawan dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

Pak Agus, sapaan biasa oleh masyarakat Sangurejo, beliau juga termasuk dalam tim pendukung dan pengawal Padukuhan Sangurejo untuk menjadi Kampung Proklim.

Sambil mendampingi kami, beliau menceritakan “untuk menjadi kampung proklim itu syaratnya ketat sekali, Mas/Mbak dengan nada serius. Jangankan sampah berserakan, membakarnya saja tidak boleh dan itu juga bagian dari persyaratan untuk kampung Proklim. Kenapa demikian, karena pemerintah ingin menjadikan masyarakat itu belajar menjaga lingkungan serta memanfaatkan alam ini dengan sebaik mungkin.”

Langkah kaki terus kami ayunkan menyamakan langkah kaki Pak Agus hingga menyusuri lorong-lorong rumah warga, sambil bercanda dan ketawa.

Dengan mata melirik sekeliling disuguhi oleh pemandangan yang sangat bersih, tidak ada satupun sampah yang berserakan di jalan-jalan padukuhan.

Kebersihan dan kenyaman sangat kami rasakan. Begitu tinggi kesadaran masyarakat dalam menjaga lingkungan mereka tetap bersih.

Jauh sekali perbedaan dari sebelumnya, yang dulunya masyarakat masih acuh untuk menjaga padukuhan mereka dari Pak Kumis.

Pembentukan padukuhan ini menjadi kampung Proklim adalah bagian komitmen global dan nasional dalam keberlanjutan dari Sustainable Development Goals (SDGs), dan ternyata hampir semua 17 tujuan SDGs itu terlaksana di Padukuhan Sangurejo.

Inilah salah satu cara Sultan sekaligus seorang Gubernur membangun wilayahnya. Bukannya tidak ada kajian secara ilmiah, tapi malah lebih detail kajian yang dilakukan dalam mendukung menjadi kampung Proklim.

Gubernur sendiri dengan ini juga mengaharapkan keterlibatan tim ahli dari perguruan tinggi untuk memikirkan bagaimana suatu wilayah dapat bernilai dengan memanfaatkan potensi desa yang ada, tanpa pengecualian dengan memperhatikan keanekaragaman hayati baik flora maupun fauna.

Ikon utama yang dimiliki oleh Padukuhan Sangurejo adalah Waduk atau dengan nama lain “Embung Kaliaji ” yang merupakan objek daya tarik di Sangurejo.

Embung ini dibangun pada tahun 2012 untuk menghemat air dan membantu pertanian, terutama tanaman salak, yang merupakan komoditas utama di Kabupaten Sleman. Dengan luas 20.000 meter persegi

[red]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *