STRATEGINEWS.id, Medan — Soal tekad Edy Rahmayadi yang siap menghadapi Pilkada Sumut, hingga kelepasan bicara dengan mengatakan, “Kalaupun boleh, sama mantu malaikat kita lawan”, dikritik keras Ketua DPD Propas Sumatra Utara, Bendry Bosner Sagala. Karena pernyataan Edy itu dinilai rawan, serta langsung menghantam simbol, lambang kepercayaan agama-agama di tanah air.
“Ya, kami keberatan atas pernyataan ‘mantu malaikat’ itu. Karena pengertiannya seolah malaikat (pernah, red) punya mantu”, ujar Bendry.
Itulah sebabnya, kata relawan Prabowo-Gibran dalam Pemilu 2024 itu, DPD Propas meminta MUI Sumut segera menasihati Edy Rahmayadi untuk tidak membuat lelucon atau kelakar dengan mengeksploitasi simbol dan lambang agama-agama samawi yang ada di Indonesia, khususnya Sumatra Utara.
Bendry khawatir bahwa eksploitasi simbol dan lambang agama-agama tadi dapat mengganggu kerukunan antar-umat beragama di Sumatra Utara. Khususnya karena Edy seorang muslim. Itulah sebabnya MUI diminta ambil bagian serta berperan dengan memberi bimbingan dan nasihat keagamaan.
“Jauh dari pantas karena menabrak nilai kepatutan masyarakat Timur, mengolok-olok ataupun bercanda dan berkelakar terhadap malaikat”, sebut Bendry.
Diinformasikan Bendry, meskipun dianggap remeh dan sepele, pernyataan Edy Rahmayadi itu dapat melahirkan ketegangan dan dikhawatirkan bakal memicu konflik dan kegaduhan di antara sesama anak bangsa dan umat beragama. Bukan hanya konflik di antara umat yang seiman, namun juga dapat menyebabkan kekisruhan di antara masyarakat dengan bermacam lintas iman.
“Secara universal malaikat dipercaya sebagai makhluk suci yang tidak setara dengan manusia dan hewan. Menyebut mantu malaikat seolah makhluk suci itu memiliki mantu, sehingga dapat menimbulkan berbagai persepsi yang menyimpang dari ajaran kepercayaan dan keyakinan terhadap agama-agama yang ada”, tukas Bendry.
Bendry mengatakan, seharusnya pernyataan Edy Rahmayadi soal mantu malaikat tersebut tidak dicatatkan ataupun dimuat menjadi sebuah berita. Sebab wartawan dalam memuat keterangan dari narasumber, juga harus menggali informasi yang disampaikan agar tidak terjebak pada unsur hoaks, fitnah ataupun pelecehan dan penyimpangan terhadap simbol dan lambang keagamaan.
“Kami sayangkan pernyataan nyeleneh ini seolah digoreng oleh media cuma sekadar mengejar viral belaka. Hingga akhirnya makin hari, mengolok-olok malaikat tadi adalah hal yang lumrah dan biasa saja, atas nama sikap politik dan kepentingan politik seseorang menjelang Pilkada Sumut”, paparnya.
Itulah, imbau Bendry, media jangan lagi menggunakan kalimat mantu malaikat karena mengandung unsur pelecehan terhadap kepercayaan dan agama yang dianut di Indonesia.
“Mau dibilang mantu siapa saja kita tidak keberatan, asal jangan disebut dan ditulis mantu malaikat. Memangnya sudah terverifikasi dan terklarifikasi siapa rupanya mantu malaikat itu? Malaikat mana yang punya mantu?” tegas Bendry, seperti dikutip dari wanitamedan.com, Minggu (16/6/2024).
Menjaga agar tidak terjadi konflik SARA, Bendry pun mengatakan telah meminta sejumlah media massa cetak dan online, baik nasional maupun lokal, untuk meralat pernyataan mantu malaikat tadi, karena dapat dianggap sebagai informasi hoaks, keliru dan menyesatkan.
(KTS/rel)