STRATEGINEWS.id, Jakarta – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menyepakati 27 Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Kabupaten/Kota dibahas lebih lanjut. Hal ini ditegaskan Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) John Wempi Wetipo pada Rapat Kerja Komisi II DPR RI terkait Pembahasan 27 RUU tentang Kabupaten/Kota di Ruang Rapat Komisi II Gedung Nusantara, DPR, Jakarta, Senin (1/4/2024).
Adapun pembentukan 27 RUU tersebut untuk tingkat kabupaten terdiri dari RUU tentang Kabupaten Aceh Besar, Pidie, Aceh Tengah, Aceh Timur, Aceh Utara, Aceh Barat, Aceh Selatan, Langkat, Karo, Deli Serdang, Asahan, Labuhanbatu, Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan, Simalungun, Nias, Bangka, dan Belitung. Sementara untuk tingkat kota, terdiri dari RUU tentang Kota Banda Aceh, Binjai, Medan, Tebing Tinggi, Tanjungbalai, Pematangsiantar, Sibolga, dan Pangkalpinang.
“Pada prinsipnya sekali lagi kami pemerintah setuju melanjutkan pembahasan 27 Rancangan Undang-Undang Kabupaten/Kota usul DPR RI, sebatas substansinya sama dengan 20 Undang-Undang Provinsi yang telah diundangkan sebelumnya,” katanya.
Wempi menjelaskan, berdasarkan Surat Ketua DPR RI Nomor B/10430/LG.01.01/08/2023 tanggal 29 Agustus 2023 hal Penyampaian RUU Usul DPR RI, Presiden Joko Widodo telah mengeluarkan Surat Presiden (Surpres) Nomor R-59/Pres/11/2023 tanggal 8 November 2023 hal Penunjukan Wakil Pemerintah untuk membahas 27 RUU usul DPR RI. Surpres tersebut menugaskan berbagai stakeholder terkait, salah satunya Kemendagri untuk mewakili pemerintah dalam pembahasan 27 RUU dimaksud.
Dalam kesempatan tersebut, Wempi menyampaikan pendapat dan pandangan pemerintah atas 27 RUU usul DPR RI ke dalam beberapa poin utama. Pertama, pada prinsipnya pemerintah menghormati dan menghargai inisiatif DPR RI dan setuju dilakukan pembahasan dengan catatan terbatas pada pembahasan: dasar hukum, penataan kewilayahan, dan karakteristik daerah.
Kedua, pemerintah pada prinsipnya meminta agar tidak memperluas pembahasan terhadap 27 RUU ini di luar dari perubahan dasar hukum, penataan kewilayahan, dan karakteristik daerah, termasuk tidak membahas masalah kewenangan, dan lain-lain.
“Karena hal ini akan berpotensi bertentangan dengan sejumlah undang-undang yang lain, misalnya UU Cipta Kerja, UU Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah, UU Pertambangan Mineral dan Batu Bara, dan lain-lain yang akan berbicara tentang Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum, dan sumber daya manusia serta dapat membuka munculnya isu-isu lain yang membutuhkan waktu berlarut-larut untuk menyelesaikannya seperti masalah batas wilayah,” ungkapnya.
Sebagai informasi, rapat ini juga dihadiri oleh perwakilan dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas), Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), serta Pimpinan Komite I Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI.
[Sur/red]