STRATEGINEWS.id, Medan — Perlawanan AKBP Achiruddin, eks Kabag Bin Ops Ditresnarkoba Polda Sumut (Poldasu) usai dipecat dari anggota Polri memasuki babak baru. Kini, memori banding Achiruddin telah dikirim ke Propam Polri.
“(Berkas) bandingnya sudah diterima sama kamk, dan sudah dikirimkan ke Propam Mabes. Jadi, sekarang ada di Propam Mabes,” kata Kabid Propam Poldasu, Kombes Dudung Adijono, Jumat (26/5/2023).
Perwira menengah Polri itu tidak mengetahui pasti tanggal berkas banding itu dikirim ke Mabes Polri. Dia memperkirakan berkas itu dikirim pekan lalu. “Saya lupa, (sepertinya) Minggu kemarin,” jelasnya.
Dudung mengatakan, jadwal sidang banding AKBP Achiruddin itu menjadi kewenangan dari Divpropam Polri. Dia mengaku pihaknya hanya meneruskan memori banding itu.
“Kami hanya meneruskan ke Divpropam Mabes Polri. Itu tergantung Mabes nanti, Mabes yang menyidangkan,” tukasnya.
Sebelumnya, AKBP Achiruddin menjalani sidang kode etik buntut dari penganiayaan yang dilakukan anaknya, Aditya Hasibuan. Hasilnya, Achiruddin dijatuhi sanksi PTDH atau pemberhentian tidak dengan hormat.
“Berdasarkan pertimbangan, komisi sidang sudah memutuskan perilaku melanggar kode etik profesi Polri sehingga majelis komisi etik memutuskan untuk dilakukan PTDH,” ujar Kapolda Sumut, Irjen RZ Panca Putra Simanjuntak, Selasa (2/5/2023) malam.
Panca menyebutkan, AKBP Achiruddin terbukti melanggar kode etik karena membiarkan anaknya, Aditya Hasibuan, menganiaya Ken Admiral. Dia terbukti melanggar Pasal 5, Pasal 8, Pasal 12 dan Pasal 13 sebagaimana tertera dalam Perpol No 7 Tahun 2022.
“Perbuatan Saudara AH melanggar etika kepribadian yang pertama, yang kedua etika kelembagaan, dan etika kemasyarakatan. Tiga etika itu dilanggar sehingga majelis kode etik memutuskan Saudara AH untuk dilakukan pemberhentian dengan tidak hormat,” sebutnya.
Jenderal bintang dua itu mengatakan, hal yang memberatkan putusan tersebut, karena Achiruddin membiarkan penganiayaan itu terjadi. Padahal, saat kejadian, Achiruddin berada di lokasi tersebut.
“Tentu di sana ada dasar yang memberatkan. Sebagai seorang anggota Polri, tidak selayaknya dia membiarkan kejadian itu terjadi, itu yang utamanya,” ujarnya.
Panca mengatakan, sebagai seorang anggota Polri, AKBP Achiruddin seharusnya tidak membiarkan penganiayaan itu terjadi. Achiruddin seharusnya melerai dan menyelesaikan permasalahan tersebut.
“Dia seharusnya bisa menyelesaikan dan mampu melerai kejadian tersebut. Namun, berdasarkan hasil sidang, majelis etik melihat tidak dilakukan yang seharusnya dan sepantasnya dilakukan,” kata Panca.
Sebelum dipecat, Achiruddin tercatat pernah melanggar disiplin Polri sebanyak empat kali. Hal itu jugalah yang membuat majelis sidang memutuskan untuk memecat Achiruddin.
“Sudah empat kali pelanggaran disiplin dan satu kali pelanggaran kode etik, itu yang memberatkan kami melakukan PTDH kepada yang bersangkutan,” kata Kombes Dudung Adijono.
Dudung sendiri tidak memerinci secara jelas apa saja pelanggaran disiplin yang telah dilakukan AKBP Achiruddin itu. Namun, dia mengaku pelanggaran itu pernah dilakukan Achiruddin pada 2017 dan 2018.
“Mungkin nanti jelasnya akan kami sampaikan, ada 2017, ada 2018. Terakhir ini sekarang (penganiayaan). Sudah lima kali. Termasuk itu (penganiayaan tukang parkir), walaupun sudah damai, tapi itu kan sudah berulang kali melakukan pelanggaran disiplin,” jelasnya.
(KTS/rel)