STRATEGINEWS.id, Jakarta – Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan grasi terpidana mati kasus peredaran narkoba Merri Utami. Pemberian grasi ini, disampaikan oleh tim kuasa hukum Merri Utami.
Merri merupakan terpidana mati kasus narkoba 1,1 kologram heroin saat pulang dari Taiwan tahun 2001. Pengungkapan ini, berdasarkan informasi dari pihak Bandara Soekarno-Hatta.
Dalam kasus ini, Merri merasa, saat itu hanya dititipkan tas di Nepal oleh kekasihnya Jerry, atas nama Muhammad dan Badru. Dalam kasus ini, Merri dijatuhi hukuman mati oleh Pengadilan Negeri Tangerang.
Akan tetapi, Komnas Perempuan mengatakan kalau Merri bukanlah pelaku peredaran narkoba, melainkan korban perdagangan orang.
Kuasa hukum Merri dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Masyarakat, Aisyah Humaida Musthafa mengatakan, mengatakan awalnya pemberian grasi oleh negara disampaikan langsung oleh kliennya.
“Pada 24 Maret 2023, dia (Merri) menyampaikan grasi sudah turun lewat telepon. Kami tidak langsung percaya,” ujar Aisyah dalam konferensi persnya di Jakarta, Kamis (13/4/2023).
Pihak LBH Masyarakat lalu mencari tahu kepastian pemberian grasi ini dengan menyurati Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM) RI. Akan tetapi, surat tersebut tak mendapatkan respons.
Permasyarakatan (Lapas) Semarang tempat Merri ditahan pada 6 April 2023.
Dari kunjungan itu, Aisyah melihat salinan surat grasi secara langsung. Diketahui melalui surat tersebut, hukuman untuk Merri diubah dari yang sebelumnya, hukuman mati menjadi seumur hidup.
“Surat grasi ini berdasarkan Keppres (Keputusan Presiden) Nomor 1/G Tahun 2023,” ucap Aisyah.
Menurut Aisyah, ini merupakan kabar baik untuk Merri secara personal dan keluarga setelah dipenjara selama lebih dari 20 tahun untuk menanti eksekusi mati.
“Sekarang ada kepastian batal dieksekusi dengan grasi bernomor surat 02/PID.2016/PN.TNG. Grasi ini sudah dikirim sejak 26 Juli 2016. Baru disetujui setelah tujuh tahun pengajuan,” tandasnya.
[asumsi/red]